Badak Bercula Satu adalah satu di antara enam jenis badak yang ada di dunia. Bersama dengan Badak Sumatera, satwa yang juga dikenal dengan sebutan Badak Jawa ini menjadi spesies menarik di Indonesia. Sesuai dengan namanya, ciri satwa ini mempunyai satu cula yang berada di atas hidungnya.
Sayangnya satwa yang menjadi salah satu kekayaan alam Indonesia kini berada di ambang kepunahan. Bahkan ada yang menyebutkan satwa ini telah punah. Diketahui bahwa jumlah individu Badak Jawa hanya sekitar 50 sampai 60 ekor dan hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon.
Daftar Isi
Taksonomi
Nama Latin Badak Bercula Satu adalah Rhinoceros sondaicus yang mempunyai arti merujuk pada ciri fisik satwa ini. Kata ‘rhino’ artinya ‘hidung’ dan ‘ceros’ artinya tanduk, sehingga ‘Rhinoceros’ berarti hidung bertanduk. Sementara kata ‘sondaicus’ berarti Sunda sebagai tempat hidup satwa ini.
Berikut adalah taksonomi dari Badak Jawa, yaitu:
Kingdom | Animalia |
Filum | Chordata |
Sub-filum | Vertebrata |
Super-kelas | Gnatostomata |
Kelas | Mamalia |
Super-ordo | Mesaxonia |
Ordo | Perssodactyla |
Famili | Rhinocerotidae |
Genus | Rhinoceros |
Spesies | Rhinoceros sondaicus |
Ada tiga sub-spesies Rhinoceros sondaicus atau Badak Jawa yang hidup di dunia. Akan tetapi dari ketiga sub-spesies hanya satu yang masih bertahan, sedangkan dua diantaranya telah dinyatakan punah.
Berikut ini adalah tiga sub-spesies dari Badak Bercula Satu, yaitu:
- Badak Jawa Indonesia atau Rhinoceros sondaicus sondaicus merupakan sub-spesies yang hidup di daratan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Jenis inilah yang masih hidup sampai sekarang meski jumlahnya tinggal beberapa ekor dan menjadi satu-satunya populasi yang bertahan.
- Badak Vietnam atau Rhinoceros sondaicus annamiticus biasa juga disebut Badak Jawa Vietnam adalah sub-spesies yang berasal dari Pegunungan Annam di Asia Tengggara. Wilayah sebarannya meliputi kawasan Vietnam, Thailand, Malaysia, Kamboja, dan Laos. Jenis inilah yang punah terakhir kali setelah populasinya hanya berjumlah 12 ekor.
- Badak Jawa India atau Rhinoceros sondaicus inermis yang juga disebut Rhinoceros unicornis adalah sup-spesies yang dulunya hidup di sepanjang Benggala hingga Myanmar. Jenis badak dengan cula berukuran kecil ini juga telah punah sejak awal tahun 1900-an.
Habitat dan Populasi
Menurut Daryan selaku Staf Ahli Rhino Protecting Unit di Balai Taman Nasional Ujung Kulon, pada tahun 1937 Badak Bercula Satu atau Badak Jawa pernah ditemukan hidup di kawasan Tasikmalaya. Akan tetapi sekarang satu-satunya kawasan yang dihuni oleh spesies ini hanyalah di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.

Badak Jawa rata-rata hidup di kawasan hutan tropis yang ditandai dengan tutupan tajuk lebat serta tersedianya pasokan air yang memadai di areal hutan tersebut. Ketinggian tempat hidupnya umumnya berada di atas 3.000 meter di atas permukaan laut (dpl) dan sangat dipengaruhi oleh keberadaan makanan.
Pada tahun 1967 jumlah populasi Badak Bercula Satu yang hidup kurang lebih sebanyak 30 ekor. Tahun-tahun setelahnya berbagai pihak kemudian melakukan upaya perlindungan dan konservasi terhadap satwa ini. Hasilnya adalah peningkatan populasi dua kali lipat hingga mencapai 50 sampai 60 ekor pada tahun 1980.
Sejak tahun tersebut populasi Badak Jawa mampu bertahan dan stagnan. Akan tetapi beberapa tahun berikutnya satwa ini kembali mengalami penurunan populasi hingga terakhir pada tahun 2012 jumlahnya hanya sekitar 37 sampai 44 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa butuh upaya maksimal untuk mempertahankan Badak Jawa.
Status Kelangkaan
Menurut data tahun 2008 dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List, Badak Bercula Satu atau Badak Jawa masuk dalam kelompok fauna berstatus Critically Endangered atau CR. Artinya satwa ini populasinya sudah sangat kritis dan hampir punah, bahkan jumlah invidunya hanya sekitar 46 sampai 66 ekor.

Selain di Indonesia, Badak Bercula Satu sebenarnya juga ditemukan di beberapa negara seperti India, Myanmar, dan Vietnam. Hanya saja setelah Vietnam mengeluarkan pernyataan bahwa Badak Jawa telah punah di negaranya. Kini Indonesia menjadi satu-satunya negara yang mempunyai populasi Rhinoceros sondaicus.
Badak Bercula Satu sudah berstatus sebagai satwa yang dilindungi di Indonesia sejak tahun 1931. Selanjutnya pada tahun 1992, wilayah barat daya Pulau Jawa yang merupakan habitat satwa ini ditetapkan sebagai bagian dari Taman Nasional Ujung Kulon. Sejak saat itu taman nasional tersebut menjadi satu-satunya habitat bagi satwa ini.
Morfologi Badak Bercula Satu
Morfologi Badak Bercula Satu dikenal sangat dekat dekat bentuk dari Badak India atau Rhinoceros unicornis, akan tetapi spesies yang hidup di Pulau Jawa ini mempunyai ukuran tubuh yang kecil. Maka dari itu satwa ini juga sering disebut sebagai Badak Bercula Satu Kecil, sedangkan Badak Bercula Satu Besar merujuk pada spesies di India.
Tidak ada perbedaan yang jelas antara badak jantan dan badak betina. Keduanya sama-sama memiliki ukuran tubuh yang tidak jauh beda dengan berat antara 900 hingga 2.300 kilogram. Usianya ketika hidup di alam bebas bisa mencapai 35 sampai 40 tahun, serta dapat melebihi itu jika hidup di kawasan konservasi.
Sedikit perbedaan antara badak jantan dan badak betina dapat dilihat pada ukuran cula yang dimiliki dan masa kedewasaannya. Badak jantan memiliki cula berukuran sekitar 25 cm dan masuk fase dewasa di usia 10 tahun. Sedangkan badak betina ukuran culanya lebih kecil atau bahkan tidak ada dan masuk fase dewasa di usia 5 hingga 7 tahun.
Cula yang dimiliki oleh badak jantan biasa disebut sebagai ‘cula melati’ dan cula pada badak betina disebut sebagai ‘cula batok’. Adapun cula pada satwa dengan nama Badak Jawa ini berfungsi sebagai pelindung untuk kepala, terutama ketika hendak menghancurkan tipe vegetasi tebal dan untuk menumbangkan tanaman.
Selain itu, gigi yang dimiliki juga tajam dan panjang yang berfungsi untuk melawan musuh pada saat bertarung. Bibir atasnya memiliki ukuran lebih panjang dari bibir bawah, serta berbentuk lancip mirip belalai pendek. Fungsi bibir tersebut untuk memudahkan saat mengambil makanan berupa daun dan ranting.
Badak Bercula Satu juga dikenal memiliki indera pendengaran dan indera penciuman yang sangat baik. Akan tetapi hal sebaliknya justru terjadi pada indera penglihatannya yang boleh dikatakan cukup buruk. Maka dari itu satwa ini sangat menggantungkan sensitivitas dari telinga dan penciumannya.
Karakteristik & Perilaku
Perilaku khas dari Badak Bercula Satu adalah cara hidupnya yang soliter, artinya lebih senang hidup sendiri, kecuali badak muda dan badak betina yang mempunyai anak. Biasanya ketika masih muda badak akan hidup berkoloni dalam jumlah kecil atau hanya berdua, lalu kemudian berakhir dalam waktu yang relatif singkat.

Sama seperti beberapa satwa sejenis lainnya, Badak Bercula Satu juga memiliki wilayah kekuasaan bagi setiap individu. Luas teritorial yang dimiliki oleh badak jantan bisa mencapai 12 sampai 20 kilometer persegi. Sedangkan teritorial badak betina hanya sekitar 3 sampai 14 kilometer persegi saja.
Masing-masing badak akan mengerahkan berbagai upaya untuk menguasai teritorial yang diinginkan. Caranya pun berbeda antara badak jantan dan badak betina. Jika badak jantan bahkan sampai harus bertarung untuk menguasai suatu wilayah, maka badak betina tidak melalukan hal tersebut.
Badak Jawa akan menandai teritorial yang dimiliki dengan menggunakan kotoran berupa urin dan feses, meninggalkan goresan kaki di atas tanah, dan juga dengan pelintiran pohon muda. Tanda-tanda tersebut juga sekaligus digunakan sebagai bentuk komunikasi oleh spesies ini.
Badak Bercula Satu terkenal sebagai satwa yang sangat jarang berkomunikasi dengan mengeluarkan suara, tidak seperti Badak Sumatera. Selain itu badak juga memiliki sifat antisosial terhadap satwa lain, hanya manusia saja yang menjadi ancaman terbesar satwa ini.
Jenis satwa ini juga diketahui senang berkubang di dalam lumpur sebagai usaha untuk mempertahankan suhu tubuh dan mencegah penyakit akibat parasit. Namun Badak Jawa lebih senang berkubang pada lumpur yang ada secara alami atau kubangan binatang lain, dibanding harus menggali lumpur sendiri.
Badak betina akan mencapai tahap kematangan reproduksi di usia 3 sampai 4 tahun, sedangkan badak jantan di usia 6 tahun. Hanya pada masa kawin jugalah interaksi antara jantan dan betina berlangsung. Betina akan mengandung selama 16 sampai 19 bulan dan baru akan hamil kembali setelah empat sampai lima tahun berikutnya.
Makanan Badak Bercula Satu
Badak Bercula Satu atau Badak Jawa termasuk ke dalam kelompok satwa herbivora yang bisa memakan berbagai jenis tanaman. Tumbuhan yang paling disukai oleh satwa ini adalah spesies yang tumbuh di area yang memperoleh sinar matahari langsung. Contoh makanan badak adalah vegetasi yang tidak memiliki pohon besar, semak-semak, serta vegetasi pembukaan hutan.
Bagian tanaman yang paling disukai oleh Badak Bercula Satu adalah tunas, daun-daun muda, ranting-ranting, serta buah-buahan yang jatuh di tanah. Satwa ini akan menjatuhkan pohon yang masih muda jika ingin mengambil makanan, kemudian memanfaatkan bibir atasnya untuk menggapai dan memegang makanan tersebut.
Jumlah makanan yang diperlukan Badak Jawa setidaknya sekitar 50 kilogram dalam satu hari. Badak bercula satu juga menjadi satwa yang paling mudah menyesuaikan diri terhadap jenis makanan dibanding jenis spesies badak lainnya. Satwa ini juga memerlukan garam untuk memenuhi kebutuhan mineral, sehingga kadang meminum air laut.
Ancaman Badak Bercula Satu
Ada banyak sekali ancaman yang dihadapi oleh Badak Bercula Satu baik yang bersifat alami ataupun yang terjadi atas campur tangan manusia. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan rendahnya populasi satwa ini, anggapan masyarakat bahwa cula badak adalah obat, dan menyempitnya habitat asli badak.
Berikut ini adalah beberapa ancaman utama yang tengah dihadapi oleh Badak Jawa selain perburuan liar yang dilakukan oleh pihak tak bertanggung jawab demi mendapatkan cula badak untuk kemudian dijual di pasar ilegal. Padahal kegiatan ini sudah tidak boleh dilakukan mengingat status Badak Jawa sebagai satwa yang dilindungi.
- Kompetisi untuk memperebutkan makanan antara Badak Bercula Satu dengan Banteng. Kedua satwa ini berasal dari kelompok herbivora yang artinya memiliki peluang besar untuk berkelahi apabila menginginkan tanaman yang sama untuk dimakan.
- Persaingan untuk menguasai suatu wilayah sebagai teritori antara Badak Jawa dengan Banteng. Meski cara hidup keduanya berbeda di mana badak bersifat soliter, sedangkan banteng berkelompok, tetapi keduanya memiliki perilaku sama yaitu menandai teritori masing-masing.
- Inbreeding atau perkawinan sedarah yang terjadi akibat kurangnya keragaman genetis oleh Badak Bercula Satu menyebabkan keturunan yang dihasilkan memiliki risiko cacat dan ketahanan tubuhnya juga lebih rendah. Hal ini sebenarnya cukup wajar mengingat populasi badak sangat kecil.
- Habitat yang dekat dengan wilayah perairan membuat resiko untuk menghadapi bencana alam lebih besar. Seperti yang diketahui bahwa Taman Nasional Ujung Kulon, Provinsi Banten memiliki lokasi paling ujung dekat dengan Pulau Sumatera, sehingga berbatasan langsung dengan laut lepas dan kondisi ini memang rentan.
- Lokasinya dekat dengan Gunung Krakatau juga menjadi ancaman tersendiri untuk kelangsungan hidup Badak Bercula Satu. Apalagi status Gunung Krakatau sebagai gunung api yang aktif sewaktu-waktu dapat meletus dan mengakibatkan kematian bagi berbagai jenis satwa di sekitarnya termasuk Badak Jawa.
- Adanya suksesi vegetasi yang mengakibatkan persediaan makanan Badak Bercula Satu menjadi berkurang. Proses suksesi ini ditujukan untuk mengubah tipe vegetasi dari suatu hutan. Akan tetapi waktu yang dibutuhkan sangat lama dan bahkan bisa mencapai ratusan tahun.
- Penyempitan habitat asli Badak Bercula Satu akibat penggunaan lahan hutan oleh manusia. Diketahui bahwa terus meningkatnya populasi manusia mengakibatkan berbagai kawasan hutan lindung dibuka menjadi lahan pertanian dan pepohonan yang ada juga ditebang.
Badak Bercula Satu Pernah Dianggap Hama
Badak Jawa yang memiliki Cula Satu ini adalah satu dari lima spesies badak terlangka di dunia, selain Badak Sumatera, Badak Hitam, Badak Putih dan Badak India. Meski populasinya tak banyak, ternyata hewan besar dan kuat ini pernah dianggap sebagai hama oleh masyarakat yang hidup disekitar habitatnya.
Menurut ahli sejarah, pada abad ke-18 masyarakat menganggap Rhinoceros sondaicus sebagai hama pengganggu karena sering memakan tanaman perkebunan warga serta merusaknya. Lebih lanjut, pemerintah kolonial Belanda yang menguasai Indonesia kala itu juga mengadakan sayembara dengan hadiah 10 Gulden yang akan diberikan bagi siapapun yang berhasul membunuhnya.
Upaya Konservasi
Besarnya ancaman yang dihadapi oleh Badak Bercula Satu membuat lembaga World Wildlife Fund atau WWF terus mengupayakan usaha konservasi. Upaya konservasi terhadap satwa ini dilakukan bersama Balai Taman Nasional Ujung Kulon. Salah satu usaha yang dilakukan adalah memasang kamera trap di berbagai sudut habitat Badak Jawa untuk kemudian dianalisis.
Balai Taman Nasional berkuasa penuh untuk mengelola camera trap atau video jebak, sedangkan WWF bertugas untuk melakukan analisis. WWF lebih fokus pada observasi dan analisis terhadap perilaku, pola makan, interaksi dengan lingkungan, fisiologis yang memicu stress, kondisi individu, serta ancaman penyakit bagi Badak Bercula Satu.
WWF juga mengambil sampel kotoran dari Badak Jawa untuk dianalisis DNA-nya. Hal ini sangat membantu dalam proses perkawinan satwa ini untuk menghindarinya adanya perkawinan sedarah atau inbreeding. Data-data ini juga sekaligus digunakan pada perencanaan pembuatan habitat kedua Badak Bercula Satu.
Selain itu, WWF bersama dengan Balai Taman Nasional Ujung Kulon dalam hal ini Departemen Kehutanan serta masyarakat lokal sedang melakukan pengkajian untuk membuat habitat kedua bagi Badak Jawa. Hal ini direncanakan untuk menghindari risiko ancaman bencana alam yang sangat rentan terjadi di habitat aslinya, Ujung Kulon.
Bencana alam yang sangat berisiko terjadi adalah tsunami karena taman nasional tersebut berbatasan langsung dengan laut. Belum lagi tempat tinggal Badak Jawa adalah dataran rendah di hutan tropis. Wilayah yang direncanakan sebagai habitat kedua adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Baduy, Sancang, Cikeusik, dan Cikepuh.
Meski begitu tetap ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pemindahan habitat Badak Bercula Satu. Diantaranya adalah badak yang diambil tidak boleh berusia tua dan masih dalam masa produktif. Syarat lainnya adalah harus memiliki susunan genetis atau DNA yang tidak sedarah demi menghindari terjadinya perkawinan genetis.
Kabar Gembira! Populasi Badak Bercula Satu Meningkat!
Mengalami penurunan populasi selama bertahun-tahun, ternya pada September 2021 muncul kabar gembira mengenai peningkatan Populasi Badak Jawa. Laporan ini dirilis oleh International Rhino Foundation (IRF) yang mengabarkan bahwa spesies besar yang terancam punah ini populasi meningkat dari 100an ekor pada tahun 1990an menjadi 3.700an ekor pada akhir tahun 2021 yang tersebar diseluruh dunia.
Peningkatan jumlah tersebut dipengaruhi oleh keberhasilan pemerintah dalam memperkuat perlindungan Badak Bercula Satu dari perburuan ilegal. Hal itu mampu terwujud berkat hasil kolaborasi pemerintah India dan Nepal.
Selain itu, Indonesia juga patut berbangga karena Badak Jawa yang hidup di Taman Nasional Ujung Kulon juga mengalami peningkatan populasi. Meski tidak drastis, setidaknya pada zona tersebut ditinggali 75 badak secara liar. Kondisi tersebut harus diapresiasi karena pada 10 tahun silam, jumlahnya tak lebih dari 50 ekor.