Pernah mendengar daerah wisata Bledug Kuwu? Untuk sebagian orang mungkin nama tempat ini sedikit asing, namun bagi masyarakat Grobogan, Jawa Tengah daerah ini merupakan tempat wisata sekaligus ladang pencaharian.
Di Desa Kuwu, masyarakatnya banyak yang menjadi petani garam. Garam yang dihasilkan pun cukup unik karena berasal dari lumpur. Simak penjelasannya di bawah ini.
Daftar Isi
Bledug Kuwu, Kawah Jaka Tuwa dan Rara Denok
Bledug Kuwu merupakan fenomena alam kawah lumpur atau mud volcano yang luasnya mencapai 4,5 hektar. Nama Bledug Kuwu adalah gabungan dari kata ‘bledug’ dari bahasa jawa yang artinya letupan dan ‘kuwu’ yaitu nama desa di daerah tersebut.
Menariknya, letupan-letupan lumpur ini mengandung garam, oleh karenanya dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai mata pencaharian sebagai petani garam.
Letupan lumpur ini berlangsung dalam 2 sampai 3 menit dan berulang-ulang atau berlangsung secara berkala. Besarnya letupan itu sendiri bermacam-macam, mulai dari 1 meter hingga 10 meter.
Di Bledug Kuwu terdapat beberapa kawah, yang paling besar di sebut Kawah Jaka Tuwa, lokasinya di sisi sebelah timur. Sedangkan yang paling kecil disebut Kawah Rara Denok dan lokasinya di sisi barat.
Untuk masuk ke lokasi wisata, cukup merogoh kocek 6 ribu rupiah dan sudah termasuk biaya parkir. Dari area parkir silahkan jalan sekitar 150 meter, karena jarak ini merupakan batas aman untuk menyaksikan letupan lumpur.
Berbeda dengan wisata lain di Grobogan, yakni Waduk Kedung Ombo yang sejuk. Lokasi tanah di kawasan ini banyak yang retak, panas matahari sangat terik dan hembusan angin yang kencang membawa debu. Wisatawan sangat disarankan membawa kacamata dan masker demi kenyamanan.
Bledug Kuwu muncul di hamparan lumpur seluas 100 meter, diameternya sekitar 1 hingga 3 meter berbentuk seperti dome. Kemudian terdengar suara gemuruh, gelembung mulai membesar dan akhirnya meletus atau meletup setiap 2 sampai 3 menit. Saat meletup, keluar gas dan air bleng atau air garam. Di musim hujan, gelembung tersebut bisa lebih besar dari biasanya.
Lokasi dan Akomodasi Wisata
Bledug yang berlokasi di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah terletak di daerah dataran rendah dengan suhu sekitar 28 hingga 36 derajat celcius.
Untuk menuju ke sana, hanya bisa melalui jalur darat. Disarankan untuk menggunakan kendaraan pribadi, baik mengendarai motor atau mobil agar kunjungan wisata lebih leluasa.
Wisata Bledug Kuwu berada sekitar 28 kilometer dari arah Purwodadi, Ibukota Kabupaten Grobogan. Sedangkan dari Semarang berjarak sekitar 87 kilometer dan 45 kilometer dari Sragen.
Jika wisatawan menempuh perjalanan dari Semarang, maka akan tiba di Kota Purwodadi terlebih dahulu. Barulah menuju ke wisata Bledug Kuwu dengan melalui jalan Purwodadi – Blora.
Fasilitas akomodasi di wisata Bledug Kuwu belumlah lengkap, belum ada penginapan ataupun hotel karena lokasi wisata jauh dari perkotaan. Jika ingin menginap, disarankan untuk mencari penginapan di sekitar Kota Purwodadi.
Petani Garam Bledug Kuwu
Sama seperti kawah lumpur lainnya, Bledug Kuwu merupakan fenomena pelepasan gas metana dari dalam perut bumi. Letupan-letupan lumpur ini pun mengandung larutan kaya mineral. Lumpur inilah yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk pembuatan konsentrat garam.
Garam dari Bledug Kuwu berasal dari air laut yang terjebak di bebatuan, karena zaman dulu kawasan Grobogan berupa dasar lautan yang mengalami kenaikan permukaan hingga ke daratan.
Kandungan mineral utama pada garam Bledug Kuwu adalah kalsium, kalium, natrium dan klor. Garam dari tempat ini aman dikonsumsi, bahkan kualitas garam yang terbentuk dari endapan garam (halite) ini lebih baik daripada garam laut.
Warga biasanya akan menunggu proses letupan Bledug Kuwu lalu menampung air bleng yang keluar bersamaan dengan letupan. Karena cuacanya panas dan tidak ada teduhan, biasanya warga akan memakai caping atau topi yang terbuat dari tenunan bambu. Air bleng tersebut diambil menggunakan gayung lalu dipindahkan ke jerigen untuk ditampung.
Cara Menambang Garam
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pembuatan kristal garam, yaitu:
- Biasanya petani garam memulai aktivitasnya dari pukul 9 pagi.
- Menampung air dari Bledug atau lumpur, yang disebut air bleng.
- Memasukkan air ke dalam glagah (batang bambu yang dibelah menjadi dua),
- Lalu dikeringkan hingga membentuk konsentrat garam. Sesekali di kepyuri atau diberi percikan air bleng agar kristal garam semakin banyak terbentuk. Kepyur adalah kuas yang terbuat dari merang.
- Setelah kristal garam terbentuk, akan dikerik dan ditampung dalam ember atau bronjong yang terbuat dari bambu.
Hasil pengolahan konsentrat garam dari Bledug Kuwu menghasilkan garam putih, bersih, halus dan rasanya lebih gurih bila dibandingkan dengan garam laut pada umumnya.
Menurut cerita, sejak dahulu kala garam bledug kuwu ini digunakan untuk semua masakan yang disajikan di Keraton Kasunanan Surakarta. Bahkan, garam ini sudah ada sejak zaman Belanda karena ditemukan foto bersejarah yang mengabadikan petani garam di era itu.
Sedangkan lumpurnya juga dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit dan dapat menghaluskan kulit. Caranya dengan menggunakan lumpurnya sebagai lulur.
Oleh karena itu, banyak sekali penduduk yang menjual lumpur atau air bledug kuwu di sekitar area wisata, dikemas dengan botol air mineral bekas.
Legenda Bledug Kuwu dan Joko Linglung
Legenda ini bercerita tentang Prabu Dewata Cengkar, Ajisaka dan Jaka Linglung. Zaman dahulu kala, sekitar abad ke 17 masehi, wilayah Grobogan masuk kedalam kawan kerajaan Medang Kamulan yang dipimpin dan diperintah oleh Dinasti Sanjaya atau Syailendra.
Salah satu rajanya yaitu Prabu Dewata Cengkar memiliki sifat bengis dan suka memakan daging manusia. Hobinya yang aneh ini membuat warga desa ketakutan, namun saat itu tidak ada yang dapat mengalahkan kekuasaan Prabu Dewata Cengkar.
Pada suatu hari muncul seorang pemuda bernama Ajisaka, seorang pengembara yang ingin memerdekakan warga Grobogan. Ajisaka dianggap sebagai penyelamat dan warga sangat menaruh harap padanya.
Ajisaka menantang duel Prabu Dewata Cengkar dengan senjata ajaib yaitu ikat kepalanya sendiri. Ikat kepala tersebut sangat sakti karena bisa melebar dan membelah tanah hingga Laut Selatan. Ajisaka berhasil menenggelamkan Prabu Dewata Cengkar yang ternyata belum mati karena berubah wujud menjadi Buaya Putih.
Kemudian anak Ajisaka yaitu Jaka Linglung ditugaskan untuk mencari dan membunuh Prabu Dewata Cengkar. Namun karena Jaka Linglung memiliki bentuk seekor naga, maka dia tidak diperbolehkan melewati jalur darat agar tidak meresahkan warga desa. Akhirnya Jaka Linglung melalui jalur bawah tanah hingga ke Laut Selatan dan berhasil membunuh Prabu Dewata Cengkar.
Saat kembali pulang melalui jalur bawah tanah, Jaka Linglung sempat naik ke permukaan karena mengira sudah sampai di Desa Kediaman ayahnya, Ajisaka. Jaka Linglung naik ke permukaan lebih dari satu kali, salah satunya di daerah Grobogan dan melepas lelah di sini. Tempat munculnya Jaka Linglung (dalam wujud naga) inilah yang diyakini asal muasal Bledug Kuwu.
Itulah cerita tentang Wisata Lumpur Bledug Kuwu yang unik dan melegenda. Meski begitu, fasilitas di wisata ini masih kurang bagus, semoga kedepan lokasi ini mendapat perhatian dan berkembang.