Bungai bangkai (Amorphophallus titanum) sering disamakan dengan bunga padma raksasa (Rafflesia arnoldii). Kedua flora tersebut berbeda, namun banyak orang menganggapnya sama karena keduanya menghasilkan bau busuk dan mempunyai ukuran sangat besar. Bahkan padma raksasa menyandang predikat sebagai bunga terbesar di dunia.
Bunga bangkai merupakan bagian dari kekayaan hayati Indonesia. Tumbuhan yang hidup di kawasan hutan tropis ini ini sekaligus menjadi flora endemik Sumatera.
Daftar Isi
Penemu dan Sejarah
Amorphophallus titanum adalah nama ilmiah dari bunga bangkai. Tumbuhan ini sangat terkenal karena berukuran raksasa dan hanya tumbuh di Pulau Sumatera, sehingga dikatakan sebagai tumbuhan endemik asli Sumatera.
Flora langka ini ditemukan oleh Dr. Odoardo Beccar, seorang peneliti asli Italia pada tahun 1878. Ia menemukan Amorphophallus titanum di sekitar air terjun Lembanh Anai, Sumatera Barat.
Hasil penemuan tersebut menjadikan tanaman unik ini sebagai ibjek penelitian. Para peneliti yang tertarik tidak hanya dari Indonesia, namun dari seluruh dunia.
Penelitian tersebut dilakukan di rumah kaca. Akan tetapi ada beberapa penelitian dan pengambilan data yang dilakukan ditempat tumbuh alaminya meski informasi yang dihasilkan belum komprehensif. Kurangnya data dan informasi tersebut menyulitkan untuk menghitung jumlah populasi bunga bangkai di habitat aslinya.
Kepopuleran tanaman ini hingga mancanegara disebabkan oleh keunikan yang dimilikinya, meliputi bentuk, ukuran serta aromanya. Bahkan tumbuhan endemik asli Sumatera ini juga dijadikan ikon pariwisata, serta Provinsi Bengkulu menjadikan bunga bangkai sebagai maskot.
Selain tumbuh endemik di hutan tropis Sumatera, bunga bangkai juga tumbuh di Pusat Konservasi Kebun Raya Bogot – LIPI. Amorphophallus titanum yang tumbuh disini menjadi daya tarik wisata edukasi dan mengenalkan keanekaragaman sumber daya alam Indonesia.
Taksonomi
Bunga yang terkenal dengan aroma busuk yang menyengat ini adalah bagian dari kingdom Plantae. Secara lebih lengkap, berikut ini adalah klasifikasi ilmiah bunga bangkai.
Kingdom | Plantae |
Clade | Tracheophytes |
Clade | Angiosperms |
Clade | Monocots |
Order | Alismatales |
Family | Araceae |
Genus | Amorphophallus |
Species | A. titanum |
Bunga bangkai adalah anggota dari keluar Araceae atau talas-talasn. Pada satu umbi bunga umumnya muncul satu tunas. Ukuran dan bentuk umbi bervarias tergantung jenisnya. Ukuran garis tengah umbi bungai bangkai sekitar 80 cm saat dewasa. Sedangkan beratnya dapat mencapai 100 kg.
Amorphopallus titanum adalah salah satu spesies dari genus Amorphopallus yang berukuran paling besar. Flora ini tumbuh alami di hutan Sumatera dan menjadi tanaman endemik kawasan ini. Selain A. titanium, masih ada jenis endemik lain, yaitu Amorphopallus gigas yang mampu tumbuh mencapai 5 meter.
Jenis Bunga Bangkai
Dari berbagai spesies dalam genus Amorphopallus, bunga bangkai dengan nama latin Amorphopallus titanum adalah jenis paing terkenal karena memiliki habitus perbungaan paling besar. Jumlah spesies dari Amorphopallus sekitar 176 jenis yang tersebar ke seluruh dunia – Hetterscheid dan Ittenbach (1996) dalam Hidayat dan Yuzammi (2008).
Indonesia mempunyai sekitar 25 jenis atau 14,2% tumbuhan dari genus Amorphopallus. Dari jumlah tersebut, ada 18 jenis atau 72% merupakan spesies endemik dan tersebar di seluruh Indonesia, yaitu 8 jenis di Pulau Sumatera, 6 jenis di Pulau Jawa, 3 jenis di Pulau Kalimantan, serta 1 jenis di Pulau Sulawesi.
Beberapa jenis tumbuhan tersebut juga dimanfaatkan sebagai bahan makanan, minuman, serta obat-obatan oleh masyarakat lokal. Kandungan yang diambil adalah glukomannan yang ada pada umbinya. Contohnya adalah Amorphophallus konjac dan Amorphophallus paeoniifolius.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai 3 jenis bunga bangkai lain yang tumbuh di Indonesia selain Amorphopallus titanum, yaitu:

1. Amorphophallus hewittii
Bungai bangkai jenis ini mempunya batang berwarna hijau dengan bercak putih di permukaan. Tingginya mencapai 180 cm dengan buah berwarna kunin saat matang.
Amorphophallus hewittii termasuk tumbuhan yang hidup baik di lingkungan minim cahaya matahari dan di tanah yang kaya humus. Ketinggian ideal hidupnya adalah di kawasan 101 sampai 200 mdpl, misalnya di daerah Singkawang, Kalimantan Barat.

2. Amorphophallus paeoniifolius
Bunga bangkai jenis ini dapat ditemukan di Pulau Sumatera, Sulawesi dan Jawa. Cirinya adalah memiliki mahkota dengan pigmen antosianin yang menjadikan warna merah jambu hingga ungu saat bunganya mekar.
Amorphophallus paeoniifolius mempunyai daun bertekstur lunak dan berwarna hijau muda hingga tua. Sama seperti bunga bangkai sebelumnya, jenis ini juga optimal tumbuh di daerah minim cahaya matahari.
Bunga yang dihasilkannya memiliki tekstus kasar dan tumbuh mencapai ketinggian 1,5 meter. Umbi Amorphophallus paeoniifolius dapad dijadikan bahan makanan serta obat tradisional.

3. Amorphophallus gigass
Bunga bangkai jenis Amorphophallus gigass merupakan bunga majemuk tertinggi di dunia. Meski tinggi, bunga ini mempunyai kelopak dan tangkai yang cenderung pendek. Karakteristik bunga ini ialah hanya mekar 1 kali selama 3 tahun.
Morfologi
Bunga bangkai adalah jenis tumbuhan kategori herba atau terna dengan umbi yang berada dibawah tanah. Umbinya berbentuk agak gepeng dengan tekstur permukaan kasar.
Amorphophallus titanum memiliki daun tunggal atau soliter, meskipun kadang ditemukan tumbuhan muda dengan jumlah daun 2 sampai 3 helai. Tumbuhan ini juga mempunya seludang, yaitu bagian atau organ tumbuhan yang berfungsi menjadi pelindung dan menarik serangga untuk membantuk penyerbukan.
Bunga bangkai sebenarnya lebih tepat disebut perbungaan dibanding bunga karena strukturnya berupa bunga majemuk yang terdiri dari ratusan bunga telanjang. Bunga telanjang yang dimaksud adalah tanpa kelopak dan mahkota bunga yang tumbuh menjulang keatas dalam seludang dan disebut tonggol.
Tonggol terdiri dari sisinan 3 jenis bunga, yaitu appendiks, bunga jantan dan betina. Bunga jantan dan betina flora ini terpisah dan menjadi bukti bahwa Amorphophallus titanum termasuk tanaman primitif.
Bunga appendiks merupakan bunga steril atau tidak memiliki jenis kelamin. Letaknya berada diatas bunga jantan dan betina. Sedangkan Bunga jantan berada di antara bunga betina dan appendiks.
Bunga jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuknya. Pada bunga jantan mempunyai kepala sari berbentuk kotak dan menempel pada tonggol, sedangkan bunga betina tidak memilikinya.
Armophopallus titanum dapat tumbuh mencapai ketinggian 2 dan diameter saat mekar 1,5 meter. Bahkan pada tahun 2004 bunga bangkai yang tumbuh di Kebun Raya Bogor tingginya mencapai 3,17 meter.
Ciri Bunga Bangkai
Tumbuhan ini sanga mudah dikenali melalui bentuk dan aroma busuknya. Ciri tanaman ini adalah memiliki batang bernoda serta bentuk daun yang tidak biasa. Ketinggian tumbuhnya pun bisa dikatakan raksasa, yaitu sekitar 1,5 meter sampai 4 meter.
Tumbuhan ini mempunyai perbungaan berupa spadix atau tonggol yang tumbuh menjulang berwarna kuning kemerahan, serta seludang atau spatha yang berwarna ungu kehijauan dan akar berupa umbi.
Bunga bangkai juga menghasilkan buah berwarna merah cerah atau orange tua. Bentuk buahnya lonjong agak membulat yang tumbuh bergerombol dengan satu biji berbentuk elips berwarna jingga kemerahan, serta terkadang berwarna biru agak keputihan.

Flora berbau busuk ini juga dapat dijadikan tanaman budidaya. Perbanyakan dapat dilakukan dengan menyesuaikan habitat tumbuhnya, sehingga mirip seperti tempat alaminya di Pulau Sumatera.
Aroma busuk yang dikeluarkan flora endemik Sumatera ini berfungsi untuk menarik kumbang dan lalat agar membantu penyerbukan bunga. Bau paling menyengat biasanya keluar pada malam hari. Bau tersebut muncul dari asap yang dihasilkan bunga bangkai.
Ketika menjelang mekar, bagian dalam bunga akan mengalami peningkatan suhu hingga 50o-60oC. Karena berlangsung pada malam hari dan terjadi perbedaan suhu dengan lingkungan sekitar yang dingin, maka akan membentuk asap.
Susunan bunga bangkai adalah bunga majemuk (perbungaan dan infloresens) yang bertahan antara 3 sampai 4 hari. Setelah itu bunga akan layu dan disusul dengan tumbuhnya tanaman baru diatas bunga bangkai yang telah mati dan mengulang siklus hidupnya saat masa mekar telah terlewati.
Habitat dan Sebaran
Amorphophallus titanum atau bunga bangkai adalah flora asli Indonesia yang berasal dari hutan hujan tropis di Sumatera. Sebaran paling banyak terdapat di daerah khatulistiwa, yaitu Bengkulu dan Lampung.
Meski masuk dalam kategori tumbuhan endemik, namun tanaman ini bisa dibudidauakan di luar Pulau Sumatera dengan penyesuaiakn habitat dan lingkungan hidupnya. Jenis tanah kapur adalah media tumbuh yang paling cocok. Tanaman ini juga memiliki karakteristik sebagai tumbuhan bawah kanopi.
Keberadaan bunga bangkai sangat dicari-cari karena hanya tumbuh di daerah beriklim tropis dan subtropis, terutama di wilayah dataran rendah. Tanah lembab dan terbuka merupakan salah satu lingkungan pertumbuhan alaminya. Flora ini dapat pula ditemukan di kawasan Afrika barat hingga ke Kepulauan Pasifik.
Ketinggian daerah tumbuh bunga bangkai sekitar 120 sampai 135 mdpl. Beberapa kawasan yang menjadi lokasi tumbuhnya adalah hutan sekundar, ladang penduduk, pinggir aliran sungai serta hutan bagian tepi.
Habitat alami tanaman ini terus mengalami penurunan sehingga populasi bunga bangkai ikut menurun. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya dan kesadaraan dengan melestarikan serta pemuliaan populasinya melalui pembuatan ekosistem mirip seperti aslinya.
Upaya pelestarian saat ini menempatkan daerah dengan ketinggian 1.500 kaki sebagai habitat bunga bangkai yang berada di lereng barat. Curah hujan yang cocok sekitar 100 inchi per tahun.
Perkembangbiakan
Bunga bangkai adalah flora yang dapat hidup melalui 2 fase kehidupan, yaitu fase generatif dan fase vegetatif. Kedua fase tersebut membedakan cara perkembangbiakan tumbuhan ini.
Fase vegetatif adalah fase dimana tumbuh batang tunggal dan daun diatas umbi. Pertumbuhan ini mirip dengan pohon pepaya. Waktu yang diperlukan dalam siklus vegetatif sekitar 2 sampai 3 tahun.
Saat pembuahan vegetatif terjadi, maka buah berwarna merah dan bijinya akan tumbuh pada bagian bekas pangkal bunga. Di alam liar, salah satu hewan yang membantu persebarannya adalah burung rangkong yang akan memakan buah tersebut.
Burung rangkong kemudian mengeluarkan kotoran yang berisi biji bunga bangkai ke tempat lain sehingga menumbuhkan tanaman baru.
Sedangkan fase generatif adalah tahapan dimana bunga tumbuhan Amorphophallus titanum mekar. Bunga ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu appediks, bunga jantan dan bunga betina.
Selain melalui perbanyakan alami generatif dan vegetatif, bunga bangkai juga memiliki alternatif perkembangbiakan yang dikembangkan oleh para peneliti. Salah satunya adalah perkembangbiakan buatan dengan cara stek.
BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam) bersama The Royal Botanic Gardens Sydney dari Australia telah melaksanakan penelitian perbanyakan melalui stek dan menggunakan hormon pertumbuhan pada tahun 2000 hingga 2001. Penyerbukan buatan juga sukses dilakukan di Kebun Raya Bogor dengan menghasilkan buah diluar habitat.
Di alam, bunga ini memerlukan waktu sangat lama untuk berbunga, yaitu antara 20 sampai 40 tahun. Lamanya menunggu bunga mekar tersebut tidak sebanding dengan waktu mekarnya yan hanya beberapa hari. Akan tetapi karena keunikan tersebutlah yang menjadikan tanaman ini menarik untuk diteliti.
Nutrisi Tumbuhan
Bagi sebagian masyarakat, bunga bangkai (Amorphophallus titanum) sering disamakan dengan bunga padma raksasa (Rafflesia arnoldii). Keduanya adalah spesies berbeda, dimana salah satu perbedaanya adalah bunga rafflesia merupakan tumbuhan parasit, sedangkan Amorphophallus adalah tanaman mandiri yang mengolah makanan sendiri dan menyimpan pada umbinya.
Bau bangkai yang dikeluarkan oleh Amorphophallus titanum berguna untuk menarik serangga agar membantu penyerbukan tanaman. Fungsi ini berbeda dengan yang terjadi pada bunga rafflesia, karena meski sama-sama untuk menarik serangga, namun bunga rafflesia akan menjadikannya sebagai sumber nutrisi.
Mekar atau tidaknya bunga bangkai dapat dilihat dari kecukupan nutrisi yang tersimpan pada umbinya. Saat memiliki cadangan makanan yang cukup, maka flora endemik ini akan membentuk calon bunga baru dan kemudian mekar 1 hingga 1,5 bulan kemudian.
Tumbuhan ini juga memiliki karakteristik unik, yaitu saat daunnya tumbuh maka umbinya akan mengecil. Daun yang tumbuh tersebut bertugas untuk fotosintesis dan menghasilkan energi agar umbi baru tumbuh menggantikan umbi lama.
Ukuran umbi baru akan lebih besar dibanding umbi sebelumnya. Menurut catatan, umbi bunga bangkai dapat mencapai berat 117 kg dengan ukuran sangat besar.
Status Konservasi
IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan WCMP (World Conservation Monitoring Centre) menetapkan spesies bunga bangkai sebagai flora dengan status kelangkaan “Vulnerable”. Akan tetapi pada tahun 2002 status tersebut dicabut karena kekurangan data valid.
Kurangnya informasi dan data mengenai populasi Amorphophallus titanum disebabkan oleh kurangnya penelitian dari ahli botani dunia di habitat aslinya. Oleh sebab itu, jumlah populasi dan sebaran tumbuhan ini sulit untuk dipastikan.
Bunga bangkai termasuk flora yang dilidungi di Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Masuknya tumbuhan ini ke dalam daftar spesies dilindungi ialah karena penurunan populasi di habitat asalnya yang sangat drastis.
Salah satu penyebab turunnya populasi adalah perambahan hutan yang dialihfungsikan menjadi perkebunan untuk tanaman kopi atau karet. Selain itu, masyarakat setempat juga sering memburu umbi bunga bangkai, serta memberu burung rangkong yang membantu sebaran Amorphophallus titanum tumbuhan secara alami.
Upaya pelestarian telah dilakukan, salah satunya adalah pembuatan konservasi eks-situ. Konservasi eks-situ adalah cara konservasi bagi jenis tanaman atau hewan yang terancam punah pada wilayah di luar habitat aslinya.
Salah satu tempatnya adalah Kebun Raya Bogor yang dijadikan taman konservasi dan berhasil menumbuhkan bunga bangkai. Flora ini pertama kali ditanam pada tahun 1920 dan mekar pertama kali pada tahun 1929. Hingga saat ini, bungai merupakan salah satu obyek paling populer dikunjungi di Kebun Raya Bogor.