Salah satu wisata gua yang ada di Jawa Tengah adalah Goa Kreo, yaitu gua yang dihuni oleh ratusan ekor kera liar tak bertuan dan cukup jinak. Lokasi wisata alam yang terletak di Semarang ini erat kaitannya dengan mitos dan cerita rakyat yang berkembang secara turun temurun.
Menurut cerita rakyat yang berkembang, Gua Kreo adalah petilasan salah satu Wali Songo, yakni Sunan Kalijaga ketika mencari kayu jati untuk membangun Masjid Agung Demak. Tempat wisata yang sejuk namun juga memiliki kesan mistis ini menjadi destinasi menarik bagi masyarakat Kota Semarang dan sekitarnya.
Daftar Isi
Lokasi Gua Kreo
Goa Kreo terletak di Dukuh Talun Kacang, Desa Kendri, Kecamatan Gunungpati, Semarang. Untuk menuju lokasi ini, kita dapat mengandalkan aplikasi Google Maps.
Setibanya di lokasi wisata Goa Kreo, kita akan dikenakan tarif parkir Rp 2.000 untuk roda dua dan Rp 3.000 untuk mobil pribadi. Sementara itu, pengunjung yang masuk harus membayar tarif sebesar Rp 2.500 untuk setiap orang.
Disini tak hanya wisata gua yang dapat kita nikmati. Disekitar Goa Kreo terdapat Waduk Jatibarang yang menjadi salah satu tempat favorit untuk berlibur bersama keluarga.
Fasilitas yang disediakan oleh pengelola juga cukup lengkap. Terdapat pedagang-pedagang makanan yang menyediakan berbagai menu, tak ketinggalan kuliner khas Semarang, yaitu lumpia. Kita tak perlu khawatir mengenai harga, karena harganya cukup miring untuk kantong pelajar dan mahasiswa.
Legenda Sunan Kalijaga & 4 Kera
Sejarah Goa Kreo tidak dapat dilepaskan dari kisah-kisah para wali ketika melakukan syiar agama Islam di Tanah Jawa. Cerita ini bermula ketika para wali datang di kerajaan Demak pada masa pemerintahan Raden Patah dan ingin membangun masjid di daerah Glagah Wangi atau saat ini dikenal Masjid Agung Demak.
Setelah bermusyawarah, para Wali Songo sepakat untuk mencari kayu jati sebagai soko guru atau tiang penyangga atap masjid. Wali yang mendapat tugas untuk mencari kayu jati adalah Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga diutus untuk mencari kayu ke arah selatan dan ikutlah beberapa santri yang diajaknya. Sesampainya di kawasan hutan, Sunan Kalijaga menemukan pohon jati yang sangat aneh. Pohon jati tersebut dapat bergerak dan berpindah ketika didekati. Karena kejadian itu, daerah tersebut dinamakan Jatingaleh dan menjadi nama lokasi di Semarang.
Pohon jati ini terus dikejar oleh Sunan Kalijaga bersama santri-santrinya ke arah barat daya. Namun saat mengejar pohon tersebut, rombongan Sunan Kalijaga terhalang oleh sungai besar yang sulit untuk dilewati. Karena kejadian ini, daerah tersebut dinamakan Jatikalangan.
Setelah mampu mengejar pohon jati yang mampu berpindah-pindah itu, Sunan Kalijaga kemudian segera mengikat batangnya dengan selendang agar tidak kembali lari. Sunan Kalijaga kemudian berdoa kepada Allah dan meminta petunjuk mengenai bagaimana cara mengangkut kayu jati tersebut ke Demak.
Setelah kayu jati ditebang dan dipotong agar mudah dibawah melalui jalur sungai, tiba-tiba ada kejadian aneh. Tunggak atau akar jati yang tersisa kemudian melebar dan membesar. Kawasan tempat terjadinya kejadian ini dinamakan Tunggak Jati Ombo.
Kayu-kayu yang telah dipotong akhirnya melalui jalur sungai dan tiba di kedung yang panjang. Sunan Kalijaga berhenti, menepi dan menyandarkan kayunya di pinggir sungai.
Di waktu yang sama, Sunan Kalijaga dan santrinya mendengan pementasan tari yang disebut mbarang tari dalam istilah Jawa. Rombangan itu pun ikut dalam tarian tersebut. Kejadian ini menjadi penyebab ada sebuah kawasan yang dinamakan Jati Barang.
Selanjutnya rombongan Sunan Kalijaga melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan belokan sungai yang tajam. Sunan Kalijaga dan santri-santrinya sangat kesulitan dan akhirnya beristirahat di gua pada salah satu bukit. Ketika beristirahat, Sunan Kalijaga berdoa agar diberi kemudahan ntuk membawah kayu jati tersebut menuju Demak.
Akhirnya, kayu dipotong menjadi dua bagian, bagian atas dibawa melalui sungai menuju Demak dan potongan bawahnya ditinggalkan di dekat gua.
Atas keberhasilan tersebut, Sunan Kalijaga mengadakan selamatan dengan hidangan dan acara makan bersama. Namun ketika selesai makan, datanglah empat ekor kera berbulu merah, putih, kuning dan hitam.
Kera-kera tersebut bermaksud membantu Sunan Kalijaga membawa kayu jati sampai ke Demak. Tapi Sunan Kalijaga tidak mengijinkannya, justru kera-kera itu diminta menjaga gua dan sungai didekatnya.
Oleh karena cerita rakyat ini, gua tersebut dinamakan Goa Kreo yang terdiri dari dua kata, yaitu Goa dan Ngreha yang berarti gua yang dijaga.
Untuk menghormati sejarah rakyat ini, dilakukan peringatan atas napak tilas Sunan Kalijaga berupa upacara adat Sesaji Rewanda dengan sesaji gunungan buah yang diberikan kepada kera-kera di kawasan Goa Kreo.
Waduk Jatibarang
Di kawasan Gua Kreo terdapat Waduk Jatibarang yang mulai diresmikan pada Mei 2014, bertepatan dengan Hari Air Sedunia. Waduk buatan dengan daya tampung 20,4 juta meter kubik tersebut berfungsi untuk mengatur tata kelola air dan menjadi obyek wisata baru di Semarang.
Waduk Jatibarang dibangun mengelilingi Gua Kreo, disini wisatawan dapat menyeberangi jembatan yang ikonik dan menjadi spot berfoto yang paling populer. Adanya waduk juga membuat ekosistem alami menjadi lebih asri dan sejuk.