Tidak hanya satwa endemik berupa reptil dan mamalia bertubuh besar, Indonesia juga memiliki beragam spesies burung endemik. Salah satunya adalah burung Jalak Bali yang mempunyai suara merdu dan menjadi fauna endemik Pulau Bali. Saking istimewanya, burung ini juga menjadi gambar uang logam 200 rupiah.
Daftar Isi
Taksonomi
Jalak Bali adalah satu-satunya burung endemik yang berasal dari Bali. Burung dengan nama latin Leucopsar rothschildi ini secara ilmiah diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom | Animalia |
Filum | Chordata |
Kelas | Aves |
Ordo | Passeriformes |
Famili | Sturnidae |
Genus | Leucospar |
Spesies | Leucopsar rothschildi (Stressmann 1912) |
Morfologi
Salah satu keunikan burung jalak ini adalah bentuk tubuhnya yang menawan serta kicauannya yang indah. Jalak Bali merupakan burung yang telah menjadi maskot fauna Provinsi Bali sejak tahun 1910.
Jalak Bali berbeda dengan Jalak Suren ataupun Jalak Putih, meskipun ketiga jenis jalak tersebut hampir serupa. Masyarakat lokal Bali menamakan burung ini dengan julukan Curik Putih.
Burung Jalak Bali ditemukan oleh ahli burung bernama Dr. Baron Stressman yang berkebangsaan Inggris. Penemuan tersebut kemudian dilanjutkan pada tahun 1925 oleh Dr. Baron Victor Von Plessenn.
Perbedaan mendasar antara Jalak Bali dengan Jalah Putih dan Jalak Suren terletak pada suara kicauan yang dihasilkan. Selain itu, secara fisik Jalak Bali memiliki warna bulu dominan putih kecuali pada bagian sayap dan ekor yang berwarna hitam.
Warna mata burung endemik Balik ini berwarna cokelat tua dan pada area kelopak tidak mempunyai bulu. Kelopaknya berwarna biru dan menjadi keunikan yang tidak dimiliki burung jalak lainnya.
Ukuran tubuh burung ini tidak terlalu besar dan relatif kecil dengan panjang tubuh sekitar 21 cm sampai 25 cm pada burung dewasa. Berat tubuhnya sekitar 107,75 gram. Pada bagian kepala terdapat jambul yang disebut surai dengan bentuk indah.
Surai ini berwarna putih dan dimiliki oleh Jalak Bali jantan serta betina. Jambul tersebut akan terlihat jelas saat burung berkicau, akan tetapi pada saat-saat tertentu juga diperlihatkan meski tidak tengah berkicau.
Kaki Jalak Bali berwarna abu-abu dan struktur anatominya kuat sehingga mampu berdiri tegap dan mencengkeram mangsanya. Jumlah jarinya 3 dengan 1 jari menghadap belakang dan 3 jari menghadap depan.
Bentuk paruh burung ini lancip dan panjangnya sekitar 2 cm sampai 3 cm. Pada bagian atas paruh bentuknya sangat khas dengan peninggian memipih tegak. Sedangkan pada bagian ujung paruh warnanya kuning kecokelatan dan pada bagian rahang berwana abu-abu kehitaman.
Sama seperti burung pada umumnya, burung asli Bali ini berkembang biak dengan cara bertelur. Warna telurnya juga unik, yakni hijau kebiruan, berbentuk oval dan berukuran sekitar 3 cm.
Jalak Bali adalah burung pemakan segala atau omnivora. Cara paling mudah untuk membedakan jalak jantan dan betina dilihat dari ukuran tubuhnya, burung jantang ukurannya lebih besar dibanding betina. Selain itu, burung jantan biasanya memiliki jambul atau kucir yang lebih panjang dibanding betina.
Habitat dan Sebaran
Burung Jalak Bali adalah hewan endemik Pulau Bali yang melengkapi berbagai jenis burung endemik Indonesia lainnya, seperti Burung Cenderawasih asli Papua. Jalak ini paling banyak tersebar di daerah Bubunan-Buleleng hingga ke Gilimanuk.
Habitat asli burung ini sangat terbatas, yaitu di kawasan Taman Nasional Bali Barat, tepatnya di wilayah Semenanjung Tanjung Gelap Pahlengkong dan Prapat Agung. Di habitatnya, jalak endemik Bali ini menyukai tipe ekosistem berupa hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa, hutanan sabana dan hutan musim dataran rendah serta hidup di kawasan dengan ketinggian 210 mdpl sampai 1.144 mdpl.
Selain di daerah Taman Nasional Bali Barat, beberapa ekor burung ini juga dapat dijumpai di kawasan Lampu Merah, Teluk Brumbun, Tegal Bunder, Batu Gondang dan Batu Licin.
Populasi
Burung yang sangat istimewa dan memiliki suara kicauan merdu ini populasinya sangat terancam dan mengarah menuju kepunahan. Hal tersebut dikarenakan habitat alami yang terganggu oleh permukiman masyarakat serta kunjungan wisatawan di Taman Nasional Bali Barat.
Selain itu, burung ini juga menjadi incaran para kolektor untuk dijadikan satwa koleksi. Atas dasar tersebut, banyak pemburu liar yang melakukan penangkapan dan menjualnya dengan harga fantastis.
Burung asli Bali ini mempunyai kebiasaan membuat sarang di tempat terbuka, sehingga juga menjadi faktor yang mengancam jumlah populasi liarnya di alam karena mudah ditemukan oleh pemburu.
Data pada tahun 1910 menunjukkan jumlah burung ini di alam sekitar 500 sampai 900 ekor. Akan tetapi penelitian yang dilaksakan pada tahun 1984 menyatakan terjadi penurunan jumlah yang signifikan dengan perkiraan 125 hingga 180 ekor.
Selanjutnya data pada tahun 2005 dari Mongabay menunjukkan bahwa jumlah burung Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat hanya tersisa 50 ekor dan hal ini menjadi peristiwa yang mengkhawatirkan.
Pada tahun 2019 BKSDA Bali Barat merilisdata bahwa jumlah populasi burung ini di kandang jauh lebih banyak dibanding di alam liar. Menurut data inventarisasi, tercatat hidup 191 ekor Jalak Bali yang ditemukan berdasarkan metode side monitoring.
Perbedaan Jantan dan Betina
Bagi orang awam pasti akan kesulitan membedakan Jalak Bali jantan dan betina, akan tetapi jika dilihat secara seksama maka kita dapat mengidentifikasi melalui ciri-ciri yang dimiliki oleh burung ini. Berikut ini adalah panduan membedakan burung endemik Bali jantan dan betina, yaitu:
- Kepala
Kepala burung betina memiliki ukuran lebih kecil dan pendek jika dibanding burung jantan. Disamping itu, bentuk kepala Jalak Bali betina juga lebih membulat.
- Jambul
Kita dapat membedakan jantan dan betina burung ini dengan melihat surai diatas kepalanya. Meski keduanya memiliki jambul, akan tetapi jambul burung jantan lebih panjang dibandinkan burung betina.
- Ukuran Tubuh
Ukuran tubuh jantan dan betina juga berbeda. Burung betina tubuhnya lebih kecil dan ramping dariapda burung jantang. Jalak Bali jantan tubuhnya lebih besar dan kokoh.
Keunikan Jalak Bali
Burung yang menjadi satwa endemik Pulau Dewata Bali ini memiliki keunikan yang tidak sulit ditemukan pada burung di daerah lainnya. Selain fisiknya dan suaranya yang menawan, burung ini memiliki keunikan ketikan mencari makan, yaitu menggunakan paruhnya untung menggali tanah gembur di habitatnya.
Tujuan dari penggalian tanah tersebut adalah mencari makanan berupa cacing, serangga dan larva. Biasanya Jalak Bali mencari makanan di lokasi terbuka seperti permukaan tanah, padang rumput, serta semak-semak. Pola makannya juga cukup unik, yakni hanya makan satu kali dalam sehari.
Dalam mencari makan burung ini melakukannya secara berkelompok, disamping itu Jalak Bali juga membuat formasi saat terbang agar memudahkan mereka menembus angin dan hujan.
Suaranya yang merdu tentu sudah tidak diragukan, kicauannya khas berupa campuran siul yang memiliki jeda nada beberapa saat dan suara lengkingan. Selain itu ada keistimewaan lain yang terletak pada kelopak matanya. Kelopak mata Jalak Bali berwarna biru yang membedakannya dengan burung kebanyakan.
Burung yang hidup berkelompok atau komunal ini akan merubah kebiasaannya ketika telah memasuki musim kawin dan menemukan pasangannya. Jalak Bali jantan dan betina akan hidup berdua dan membuat sarang di pohon dengan ketinggan sekitar 175 cm atau kurang dari 2 meter.
Musim kawin tersebut biasanya terjadi pada bulan basah atau musim penghujan antara November hingga Mei. Setelah melakukan perkawinan, burung betina akan menghasilkan telur berbentu oval memanjang dan berwarna biru. Proses pengeraman memerlukan waktu 17 hingga telur menetas.
Status Kelangkaan
Ancaman kepunahan terhadap burung Jalak Bali dimasukkan dalam CITES dan IUCN. Menurut CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora) atau konvensi perdagangan internasional flora dan fauna, burung ini masuk kategori Appendix I. Hal itu menyatakan bahwa satwa ini tidak boleh diperdagangkan dan ada larangan untuk mengambil dan menjualbelikannya karena terancam punah.
Sedangkan menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) masuk ke dalam kelompok “kritis” (Critically Endangered). Status tersebut memiliki arti bahwa ada risiko besar yang dialami Jalak Bali terhadap kepunahan dalam waktu dekat di alam liar.
Penyebab Kelangkaan
Kelangkaan dan ancaman kepunahan yang dihadapi Jalak Bali dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu alami dan non alami. Faktor non alami merupakan penyebab yang paling dominan akibat perilaku manusia yang semakin mendesak habitat burung dan menurunkan jumlah individu di alam liar.
Kegiatan perburuan liar terhadap burung endemik Bali ini juga memperparah keadaan. Jalak Bali banyak diburu untuk menjadi koleksi burung kicauan, pastinya kegiatan ini akan mengubah tatanan dan struktur ekosistem di alam.
Perburuan dapat menyebabkan jumpah burung jantan dan betina tidak seimbang sehingga menggagalkan proses reproduksi. Kegiatan deforestasi yang tidak memperhatikan habitat flora dan fauna juga menyebabkan tempat hidup burung ini semakin sempit dan terdesak sehingga menyulitkannya untuk mencari makanan.
Salah satu alasan deforestasi adalah alih fungsi lahan untuk tempat mukim penduduk yang kian bertambah. Data BKSDA Bali Barat menyatakan jika ruang hunian atau home ring Jalak Bali saat ini hanya tersisa kurang dari 1.000 hektar.
Sedangkan faktor alam yang menyebabkan kelangkaan dan ancaman kepunahan dapat dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu peningkatan predator alami (ular dan burung elang), penyakit, hewan pesaing tempat hidup dan makanan, bencana alam serta mortalitas atau laju kematian yang tinggi.
Selain itu, kondisi lingkungan seperti musim kemarau yang panjang menjadikan habitat di Taman Nasional Bali Barat menjadi tidak toleran dan menurunkan kualitas dan harapan hidup Jalak Bali. Musim kemarau yang berlangsung terlalu lama akan mengurangi sumber air yang menjadi sumber utama kehidupan flora dan fauna.
Upaya Konservasi
Untuk menekan kemerosotan populasi Jalak Bali, pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya konservasi, salah satunya adalah penetapan burung ini sebagai satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang, yaitu perlindungan hukum melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970.
Perlindungan hukum lain juga terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Jalak Bali. Pada peraturan terdapat larangan perdagangan satwa kecuali hasil dari penangkaran generasi ketiga atau bukan berasal dari indukan burung alam.
Cara lain untuk mempertahankan populasi Jalak Bali adalah melalui metode ex-situ dan in-situ, yakni:
a. Ex-situ
Ex-situ dilakukan melalui pelestarian atau penangkaran burung di luar habitat aslinya, seperti kebun binatang dan penangkaran lain, contohnya adalah penangkaran burung Jalak Bali di Buleleng, Bali.
b. In-situ
In-situ adalah pelestarian atau konservasi yang dilakukan di habitat aslinya. Caranya adalah dengan memperbaiki kualitas alam tempat burung ini tinggal, yaitu Taman Nasional Bali Barat.
Dukungan lain berupa pengurangan laju deforestasi serta upaya reboisasi dan reforestasi, larangan perburuan liar, pengurangan akses masyarakat memasuki habitat asli juga diharapkan memberikan solusi pelestarian Jalak Bali.