Kebakaran hutan 1997 menyisakan berbagai catatan tragis hingga hari ini. Kebakaran ini menjadi peristiwa yang paling buruk dalam sejarah kebakaran hutan di Indonesia.
Diketahui, saat itu hampir 11 juta hektar lahan hutan terbakar dan menyebabkan kabut asap tebal yang menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat, baik dalam negeri dan luar negeri.
Daftar Isi
Penyebab Kebakaran Hutan 1997
Kebakaran hutan terparah di Indonesia pada tahun 1997 secara spesifik disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor manusia dan faktor alam sebagai berikut:
1. Faktor Manusia
Kebakaran hutan pada tahun 1997 disebabkan oleh pembukaan ladang dengan cara tebang bakar yang marak saat itu, contohnya lahan untuk kelapa sawit.
Pola pembukaan hutan untuk kawasan pertanian maupun perkebunan melalui kegiatan tebang bakar banyak dilakukan, karena cukup mudah, biaya murah dan prosesnya yang cepat.
Beberapa lahan bekas kebun karet produktif yang ada di Sumatra dan Kalimantan, bahkan turut dibakar bersama dengan pohon-pohon lain dengan tujuan untuk lahan tanam kembali.
Untuk menetapkan batas lahan yang tidak jelas kepemilikannya, biasanya digunakan api untuk menetapkan batasnya. Hal ini dilakukan oleh hampir semua pemilik tanah, baik pemilik tanah kecil maupun oleh perusahaan besar.
Setelah melakukan pembakaran lahan hutan yang dimiliki oleh pemilik sebelumnya, maka lahan tersebut segera di klaim dan ditanami agar jelas hak kepemilikannya meski tetap dipersengketakan.
Kebakaran hutan sulit terkendali akibat turut terbakarnya bahan organik kering yang sangat sulit dipadamkan. Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pemadaman juga sangat besar. Terlebih lagi lahan gambut di hutan yang rawan akan api juga ikut terbakar.
2. Faktor Alam
Selain akibat ulah manusia, terbakarnya hutan Indonesia pada tahun 1997 juga diteliti oleh NASA dan menyimpulkan kaitan dengan adanya El Nino. El Nino merupakan anomali iklim yang terjadi di wilayah Pasifik Selatan. Fenomena ini terjadi antara pesisir barat Amerika Latin dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Dampak dari El Nino tidak hanya dirasakan pada kawasan tersebut, namun efeknya juga dirasakan hingga seluruh dunia dan berujung pada bencana alam, seperti kekeringan hingga kebakaran hutan. Ketika El Nino terjadi, maka musim hujan akan mundur dari waktu normal dan curah hujan akan berkurang.
Kebakaran hutan ini juga memicu kabut asap serta kerugian ekonomi di beberapa wilayah, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Perkiraan Kerugian Akibat Kebakaran Hutan
Dampak dari bencana kebakaran hutan pada tahun 1997 diperkirakan mencapai US $ 4,47 miliar. Kerugian tersebut paling banyak dialami oleh Indonesia. Angka tersebut belum termasuk kerugian yang sulit dinilai dalam bentuk uang, seperti korban jiwa, penyakit jangka panjang dan musnahnya keanekaragaman hayati.
Diperkirakan 0,81 hingga 2,57 gigaton karbon dilepaskan ke atmosfer ketika kebakaran tersebut terjadi. Jumlah tersebut merupakan 13% hingga 50% emisi karbondioksida tahunan dari bahan bakar fosil.
Sedangkan menurut Economy and Environment Programme for Southeast Asia (EEPSEA) memperkirakan kerugian total mencapai 6 miliar dollar AS atau sekitar 80,43 triliun rupiah.
Tindakan Negara-Negara Asean
Tidak hanya Indonesia yang terkena dampak dari terbakarnya hutan di tahun 1997, namun kerugian juga dirasakan negara-negara tetangga dalam lingkup ASEAN. Oleh sebab itu, negara-negara dalam kawasan ini sepakat untuk membangun sistem peringatan awal dalam Regional Haze Action Plan (RHAP) pada tahun 1998.
Tujuan program tersebut adalah untuk mencegah hutan dan kabut asap dengan cara memperbaiki kebijakan dan penanganan bencana kebakaran hutan, seperti menerapkan Fire Danger Rating System (FDRS).
Kebakaran Hutan 1997 Membuat Anak Tumbuh Pendek
Rangkaian kebakaran hutan di Indonesia pada 1997 merupakan peristiwa buruk yang menyebabkan polusi udara luas ke negara-negara tetangga, seperti Brunei, Thailand, Vietnam, dan Filipina.
Terdapat penelitian yang membuktikan jika anak-anak yang saat itu masih berada dalam kandungan juga terpapar asap beracun dari kebakaran hutan.
Akibatnya, saat ini bayi-bayi yang telah lahir dan kini tumbuh dewasa mengalami pertumbuhan yang lebih pendek beberapa sentimeter dibanding generasi sebelumnya. Gas beracun yang berasal dari kabut asap mampu masuk ke dalam janin. Sehingga menyebabkan berat badan ketika lahir berkurang dan tumbuh pendek.
Pencemaran udara dapat menyebabkan kesehatan manusia menurun, terutama pada anak anak. Kandungan sulfida, nitrogen oksidan, dan abu dalam jumlah besar ke udara akan menyebabkan emisi karbon. Jika digambarkan, ketika menghirup udara saat itu sama dengan menghisap 20 batang rokok.
Para ilmuwan dari Duke University telah meneliti 560 orang yang terdampak kebakaran hutan 1997. Saat itu, mereka masih berada dalam kandungan dan berusia sekitar 6 bulan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, anak-anak yang lahir dalam masa tersebut mengalami pertumbuhan lebih pendek 3,3 cm.