Net Zero Emission atau emisi nol bersih mengacu pada upaya pencapaian keseimbangan menyeluruh antara emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dan emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan dari atmosfer. Kita bisa menganggapnya seperti satu set timbangan, artinya timbangan antara karbon dan jumlah yang diserap bisa seimbang.
Jadi, kondisinya adalah jumlah emisi karbon yang dihasilkan oleh manusia seimbang dengan jumlah penyerapan karbon oleh alam melalui berbagai sistem seperti tumbuhan, tanah, air, laut, dan lain sebagainya.
Perlu diketahui, sebelum era revolusi industri emisi karbon dan jumlah yang terserap bisa dikatakan seimbang. Sayangnya, setelah ditemukannya mesin uap dan terjadi revolusi emisi karbon menjadi masalah yang perlu diatasi.
Yuk belajar tentang Net Zero Emission!
Daftar Isi
Latar Belakang Net Zero Emission
Agar mendapatkan pemahaman tentang konsep Net Zero Emission (NZE) secara utuh menyeluruh, maka kita perlu membahas tentang latar belakang dan sejarah menarik yang membentuk pengertian dan penerapan NZE seperti yang kita kenal saat ini.
Istilah Net Zero Emission atau NZE muncul melalui perjalanan panjang dari para ilmuan, aktivis dan organisasi global dalam memahami perubahan iklim.
Berikut penjelasan lengkap mengenai latar belakang Net Zero Emission!
1. Awal Abad ke-20
Pada awal abad ke-20, para ilmuwan mulai memahami efek rumah kaca dan peran gas seperti karbon dioksida (CO2) dalam menahan panas di atmosfer bumi (Carneiro & Irffi, 2017).
Kemudian pada tahun 1896, ilmuwan asal Swedia bernama Svante Arrhenius muncul sebagai orang pertama yang menyatakan bahwa pembakaran bahan bakar fosil dapat menyebabkan peningkatan kadar CO2 di atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Beliau menghitung bahwa peningkatan dua kali lipat konsentrasi CO2 di atmosfer akan menyebabkan peningkatan suhu global sebesar 5-6°C (Maslin, 2004)
Berikutnya, pada tahun 1956, ilmuan-ilmuan lain mengkonfirmasi temuan Arrhenius, termasuk fisikawan Amerika Gilbert Plass, yang menggunakan model komputer untuk menunjukkan efek pemanasan CO2.
Pemahaman ilmiah mengenai pemanasan global dalam perubahan iklim terus berkembang sepanjang abad ke-20, yang mengarah pada pengembangan kebijakan dan strategi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memitigasi dampak pemanasan global.
2. Keeling Curve
Pada akhir 1950-an, Keeling Curve dimulai sebagai upaya pertama untuk mengukur peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer. Ini merupakan serangkaian pengukuran yang mencatat perubahan komposisi atmosfer.
Keeling Curve digunakan untuk melacak emisi karbon dari aktivitas manusia, membantu mengidentifikasi peningkatan emisi CO2, dan berperan kunci dalam memahami dampak lingkungan akibat perubahan iklim. (Lu, 2018)
3. Laporan IPCC
Pada tahun 1988, Organisasi Meteorologi Dunia dan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa mendirikan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk mengumpulkan sumber informasi yang obyektif tentang perubahan iklim dan dampaknya. Laporan IPCC menyadari betapa pentingnya pengurangan emisi gas rumah kaca untuk mengendalikan perubahan iklim.
Di era ini, meskipun istilah net zero emisson belum digunakan secara langsung, namun konsep pengurangan emisi untuk mengatasi perubahan iklim menjadi semakin jelas.
4. Kemunculan Istilah Net Zero Emission
Pada tahun 2000-an, barulah muncul istilah “net zero emissions” dan “net zero carbon emissions” dalam konteks diskusi internasional tentang mitigasi perubahan iklim.
Konsep ini mengacu pada tujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan dan kompensasi sisa emisi dengan tindakan seperti penyerapan karbon oleh hutan atau teknologi penangkapan karbon.
- Paris Agreement
Paris Agreement atau Kesepakatan Paris yang dilaksanakan pada tahun 2015 menjadi tonggak penting dalam sejarah perubahan iklim.
Tujuan utama dari perjanjian ini tercantum dalam pasal 2.1 yaitu setiap negara yang meratifikasi Persetujuan Paris sepakat menjaga kenaikan temperatur rata-rata global hingga 20 Celcius dibandingkan pada masa pra-industri dan sedapat mungkin menjaga kenaikan temperatur tersebut tidak lebih dari 1,50 C.
Sejak saat itu, istilah “net zero emission” menjadi populer dalam konteks perjanjian internasional dan upaya untuk mengatasi perubahan iklim, dengan fokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca secara keseluruhan, termasuk karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), dan lain-lain.
Bagaimana Implementasi di Indonesia?
Indonesia telah berkomitmen secara resmi untuk mengurangi emisi karbon dan sebelumnya telah mengumumkan komitmennya untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau bahkan lebih awal.

Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia saat ini menguraikan transisi Indonesia menuju masa depan rendah emisi dan tahan iklim. Namun, Indonesia akan tetap menyeimbangkan target emisi dengan target pembangunan ekonomi. Ini adalah langkah penting dalam mencapai keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Indonesia sebagai salah satu negara yang meratifikasi Persetujuan Paris memang diharapkan untuk menyusun strategi pembangunan yang rendah emisi untuk jangka panjang sebagaimana tercantum di dalam Decision 1/CP21 paragraf 35 dan Pasal 4.19 Persetujuan Paris.
Indonesia sendiri telah mengajukan rencana jangka panjang rendah karbon-nya ke UNFCCC yang disebut dengan Long-term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LC CR). Dokumen tersebut menyatakan bahwa Indonesia akan mencapai kondisi NZE pada tahun 2060 atau lebih awal.
Selain itu, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29% (tanpa syarat) atau 41% (bersyarat) pada tahun 2030, yang dapat dicapai dengan mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025.
Secara keseluruhan, Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk mencapai NZE pada tahun 2060 atau lebih awal, termasuk pemanfaatan potensi energi terbarukan, pengurangan emisi, dan pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan. Pemerintah juga telah merumuskan kebijakan dan strategi untuk mencapai target net zero emisson, termasuk penggunaan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin mendesak, langkah-langkah menuju pencapaian net zero emisson menjadi krusial dalam menjaga keseimbangan antara dua aspek yang sangat penting.
Pertama, adalah pelestarian lingkungan, yang mencakup perlindungan terhadap ekosistem alam, keanekaragaman hayati, dan sumber daya alam kita. Kedua, adalah pertumbuhan ekonomi yang inklusif, yang berarti bahwa upaya-upaya ini juga harus memperhitungkan kesejahteraan sosial, pembangunan masyarakat, dan kesetaraan.
Upaya mencapai net zero emission tidak hanya menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat, tetapi juga memicu inovasi, penciptaan lapangan kerja baru, dan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang berkelanjutan seperti energi terbarukan dan teknologi hijau. Selain itu, hal ini juga membantu mengurangi kerentanan terhadap dampak perubahan iklim yang semakin ekstrem.
Semua langkah ini adalah bagian dari perjuangan global yang melibatkan banyak negara, organisasi, dan individu untuk melindungi planet ini bagi generasi mendatang. Mencapai net zero emission adalah salah satu upaya bersama yang paling penting dalam menjaga bumi kita.
Referensi :
- Carneiro, D., & Irffi, G. (2017). The dynamic intensity of CO2 emissions: Empirical evidence for the 20th century. Brazilian Journal of Political Economy, 37(4), 772–788. https://doi.org/10.1590/0101-31572017v37n04a07
- Lu, X. (2018). A Time Series Correlation Analysis Using the Keeling Curve as an Alternative Evaluation Method for Carbon Emission Modeling. The Equilibrium, 3. https://scripps.ucsd.edu/programs/keelingcurve/
- Maslin, M. (2004). Global Warming: A Very Short Introduction. Oxford University Press Inc.