Rumah Adat Bali – Masyarakat Pulau Dewata Bali dikenal sebagai salah satu masyarakat yang sangat menjunjung adat istiadat mereka. Tradisi yang kental dengan kepercayaan Hindu menjadikan budaya Bali begitu unik dengan karakteristik tersendiri. Bahkan, bisa dikatakan segala hal yang berhubungan dengan Bali selalu penuh dengan nilai seni.
Mayoritas masyarakat Bali berasal dari etnis lokal, yaitu Suku Bali dan Bali Aga. Selebihnya adalah etnis pendatang, baik dari dalam maupun luar negeri, seperti Suku Jawa, Madura, Melayu, Sasak, Tionghoa, dan lain-lain.
Kesenian tradisional Bali merupakan magnet bagi wisatawan lokal dan mancanegara. Berbagai seni seperti tari, pertunjukkan, lukis, patung dan sebagainya masih bertahan dan berkembang hingga saat ini.
Masyarakat Bali sangat bangga akan budaya yang menjadi identitas mereka. Salah satu warisan budaya yang sangat menarik adalah rumah adat Bali.
Daftar Isi
Sejarah, Makna & Filosofi Rumah Adat Bali
Rumah tradisional Bali hingga kini masih bisa kita temukan di Pulau Bali dan Pulau Lombok. Meski beberapa telah mengalami modifikasi, namun gaya bangunan tetap berpatokan pada pakem-pakem tertentu sesuai dengan adat istiadat.
1. Asta Kosala Kosali
Dalam pembangunan rumah adat Bali, masyarakatnya berpedoman pada Asta kosala-kosali. Asta kosala kosali merupakan pedoman arsitektur tradisional Bali atau bisa disebut fengshui ala Bali.

Isinya adalah ajaran terhadap arsitek yang disebut dengan Undagi, berupa hal-hal yang jarus dipatuhi Undagi. Terutama adalah dewa pujaan Undagi yaitu Bhatara Wiswakarma. Kemudian juga dibahas secara detil tentang pekerjaan arsitektur, mulai cara mengukur luas bangunan, pemilihan dan pemasangan bahan bangunan, hubungan Undagi dengan pekerjaannya dan Tuhan, sesajen yang digunakan saat mengupacarai bangunan, hingga mantra apa yang harus digunakan Undagi.
Astakosala-kosali telah dikenal dan digunakan sejak abad ke-9. Hal ini berdasarkan Prasasti Bebetin dari tahun 818 Saka atau 896 Masehi. Sangat menakjubkan bagaimana pedoman arsitektur ini tetap lestari hingga kini. Apalagi melihat isinya yang sangat detil. Mulai dari satuan ukuran yang menggunakan anatomi tubuh manusia, bukan satuan ukuran internasional, cara memilih tanah, penataan rumah, penentuan pintu masuk, dan lain-lain.
Berpijak pada Astakosala-kosali yang dijunjung tinggi oleh Undagi dan masyarakat Bali pada umumnya, terciptalah beberapa jenis rumah adat Bali. Masing-masing memiliki fungsi dan detil yang indah.
Rumah Adat Bali biasanya terdiri dari beberapa bangunan yang terpisah-pisah dalam satu area, ada yang terbuka dan ada yang berupa ruangan tertutup.
Asta kosala-kosali memiliki makna dan filosofi yang sangat penting bagi masyarakat Bali, dimana pembuatannya didasarkan pada beberapa hal yaitu:
- Hirarki tata nilai atau Tri Rangga
- Konsep keseimbangan kosmologis atau Tri Hita Karana
- Orientasi kosmologis atau Sanga Mandala
- Ruang terbuka atau Natah
- Kronologis dan prosesi pembangunan
- Proposional dan skala
- Kejujuran pemakaian material
- Kejujuran struktur
2. Angkul-Angkul
Angkul-angkul adalah bangunan yang berfungsi sebagai pintu masuk, bentuknya menyerupai gapura. Uniknya, meski hanya berupa pintu masuk, tapi Angkul-angkul berbentuk seperti bangunan sendiri.

Gapura ini dilengkapi dengan tangga, area seperti teras kecil, pintu, dan dilengkapi dengan atap. Terkadang juga ditambahkan patung di sisi kanan dan kiri.
Namun ada pula yang hanya berupa gapura dengan bentuk artistik seperti candi yang cukup tinggi dan megah. Bagian atasnya ditambahkan atap yang terbuat dari genteng tanah liat.
3. Aling-Aling
Setelah melewati Angkul-angkul, maka ada bangunan Aling-aling yang merupakan pembatas antara gapura dan pekarangan. Bangunan ini seperti pos ronda atau balai-balai.

Selain sebagai pembatas, Aling-aling juga biasa digunakan pemilik rumah untuk melakukan berbagai aktivitas. Misalnya mempersiapkan upacara adat, menerima tamu, mengukir patung, melukis, atau untuk sekedar beristirahat.
Aling-aling juga biasa disebut dengan tempat suci. Adanya Aling-aling di bagian depan rumah dipercaya mampu menghadirkan energi positif ke dalam rumah. Dulu, biasanya Aling-aling dihiasi dengan sulaman atau ulat-ulatan yang terbuat dari daun kelapa yang dijalin, fungsinya untuk mengusir energi negatif.
4. Rumah Adat Pamerajan
Salah satu keunikan dari rumah tradisional Bali adalah adanya pura di dalam rumah. Masyarakat Bali yang mayoritas menganut agama Hindu, tidak lupa membangun tempat khusus untuk bersembahyang. Pamerajan biasanya dibangun di bagian timur laut. Selain digunakan untuk melakukan doa harian, anggota keluarga juga melakukan sembahyang pada hari-hari besar di Pamerajan.

Bangunan ini teridiri dari banyak bagian, namun tidak semua bagian harus dibuat. Tergantung dari si pemilik rumah. Bagian yang wajib ada di Pamerajan adalah Penglurah, Kemulan, Padmasaro, Taksu, Peliangan, dan Piyasan.
5. Rumah Adat Bale Manten
Rumah Bale Mantan sering disebut juga Bale Daja. Bale Manten adalah rumah utama yang dihuni oleh kepala keluarga dan anak perempuan yang belum memiliki suami.

Ukuran Bale Manten sedang, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Bale Manten pada umumnya digunakan untuk tidur dan bangunan ini menghadap ke utara.
6. Rumah Adat Bale Dauh
Nama lain dari bangunan Bale Dauh adalah Bale Tiang Sanga. Sesuai dengan namanya, Bale Tiang Sanga didirikan menggunakan 9 tiang penyangga. Bale Dauh difungsikan sebagai tempat untuk menerima tamu.

Bale Dauh dibangun di sebelah barat dari rumah. Bale Dauh berbentuk persegi panjang. Biasanya untuk bangunan ini masyarakat Bali menambahkan dekorasi berupa ukiran kayu dan beberapa patung yang diletakkan di sudut ruangan.
7. Rumah Adat Bale Sekapat
Struktur bangunan Bale Sekapat cukup sederhana, yaitu ruangan terbuka dengan 4 tiang di setiap sudutnya, serta atap yang terbuat dari genteng tanah liat ataupun jerami. Bentuknya mirip dengan gazebo di rumah-rumah modern. Ada juga yang atapnya dibuat berbentuk pelana atau limasan.

Bale Sekapat biasa digunakan pemilik rumah untuk sekedar bersantai atau untuk berkumpul bersama anggota keluarga.
8. Rumah Adat Bale Gede
Ukuran bangunan ini sesuai dengan namanya, Bale Gede atau balai yang berukuran besar. Bale Gede nampak cukup mewah jika dibandingkan dengan bangunan rumah yang lain.

Bangunan ini digunakan untuk upacara adat yang mengundang banyak orang. Para tamu akan dikumpulkan di Bale Gede, biasanya untuk sama-sama membakar beragam jenis sesajen dalam upacara adat.
9. Rumah Adat Paweregan
Bangunan Pawaregan biasanya didirikan di bagian belakang rumah. Fungsinya adalah untuk menyimpan bahan makanan dan juga sebagai dapur.

Pawaregan biasanya terbagi menjadi 2 area. Area yang pertama adalah ruangan yang terbuka, difungsikan sebagai dapur. Umumnya terdapat tungku dan kayu bakar. Sementara itu, area yang kedua merupakan ruangan tertutup untuk menyimpan berbagai peralatan memasak dan juga bahan makanan.
10. Rumah Adat Jineng
Selain untuk menyimpan bahan makanan, masyarakat Bali juga membuat bangunan khusus untuk menyimpan padi atau gabah. Bangunan tersebut dinamakan Jineng atau Klumpu. Ukuran Jineng dibuat sedang, tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit. Kira-kira ukurannya sama dengan Bale Sekapat.

Gabah yang belum kering biasanya akan disimpan di bagian bawah atau kolong. Sementara itu, padi yang sudah kering sempurna disimpan di bagian atas.