Rumah Adat Jambi – Berada di pesisir timur Pulau Sumatera, provinsi Jambi mayoritas dihuni oleh suku asli Jambi, yakni sekitar hampir separuhnya. Sedangkan selebihnya merupakan penduduk multi etnis yang berasal dari suku Kerinci dan Melayu Jambi, serta kaum pendatang dari etnis Jawa, Minangkabau, Batak, Banjar, Bugis, Sunda, Tionghoa, dan lain-lain.
Jambi adalah wilayah yang terkenal dalam literatur kuno. Bahkan sering disebut dalam prasasti dan berita dari Tiongkok. Bukti tersebut menujukkan eksistensi Jambi yang telah memiliki hubungan dengan bangsa China sejak dulu. Jalinan hubungan tersebut dilakukan oleh kerajaan-kerajaan yang pernah berjaya di Jambi.
Namun dalam perkembangannya, tradisi dan adat istiadat asal Jambi tak sedikit yang tergerus arus modernisasi. Padahal adat budaya Jambi sangat menarik, misalnya rumah adat Jambi. Berakar dari sini, kita bisa mengamati, memahami dan mempelajari cara hidup mereka di masa lampau.
Daftar Isi
Rumah Adat Jambi
Rumah tradisional milik suku asli Jambi dikenal dengan sebutan Rumah Panggung. Walaupun memiliki nama lain seperti Kajang Leko, namun masyarakat sekitar lebih sering menyebutnya sebagai Rumah Panggung agar lebih mudah dimengerti semua orang dari berbagai wilayah.

Bangunan ini dinamakan demikian karena struktur rumah yang berbentuk panggung. Gaya arsitektur ini sangat umum dalam gaya desain rumah adat Sumatera. Struktur rumah panggung sangat cocok digunakan di daerah Sumatera, sebab kawasan ini termasuk area yang sering dilanda gempa. Rumah panggung dinilai paling efisien untuk menghindari bencana gempa.
Selain itu, di masa lalu rumah panggung juga difungsikan untuk berlindung dari serangan hewan buas dan serangan musuh. Umumnya rumah Kajang Leko terbuat dari kayu. Rumah ini dibangun dengan ketinggian yang cukup dengan maksud agar pemilik rumah terlindungi pula dari banjir.
Selain Rumah Panggung atau Kajang Leko yang diakui sebagai rumah adat resmi Jambi, suku Jambi masih memiliki 2 rumah adat lainnya. Kedua rumah tersebut adalah Rumah Batu Pangeran Wirokusumo dan Rumah Adat Merangin. Ketiga rumah adat ini memiliki gaya, fungsi dan nilai filosofi yang berbeda-beda.
Konstruksi Rumah Kajang Leko
Konsep arsitektur rumah tradisional Jambi ini disebut dengan Marga Batin. Bentuk bangunannya persegi panjang memanjang ke belakang. Ukurannya biasanya sama, yaitu 12 x 9 meter.
Bentuk rumah panggung Jambi dilengkapi dengan tiang-tiang penyangga. Pada rumah Kajang Leko terdapat 30 tiang penyangga yang berukuran besar, sehingga rumah ini sangat kokoh. Sebanyak 24 tiang merupakan tiang utama, sementara 6 tiang lainnya adalah tiang pelamban.
Seperti rumah panggung pada umumnya, rumah Kajang Leko juga dilengkapi dengan tangga sebagai akses memasuki rumah. Kajang Leko mempunyai 2 tangga, pertama terletak di sebelah kanan, tangga ini merupakan tangga utama, kemudia tangga di sebelah kiri merupakan tangga penteh yang lebih sering digunakan oleh penghuni rumah.
Atap rumah Kajang Leko oleh masyarakat Jambi disebut sebagai Gajah Mabuk. Bentuknya menyerupai perahu dengan bagian atas melengkung dan disebut sebagai Lipat Kajang atau Potong Jerambah. Bagian atapnya terbuat dari anyaman ijuk.
Fungsi Rumah Kajang Leko
Rumah Kajang Leko terbagi menjadi beberapa bagian ruangan yang memiliki fungsi sendiri-sendiri. Hal ini diatur sesuai dengan adat istiadat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Jambi.
Berikut ini ruangan-ruangan padarumah Kajang Leko beserta fungsi dan penjelasannya, yaitu:
1. Ruang Pelamban
Fungsi ruangan pelamban ialah untuk menerima tamu. Menurut adat Jambi, tamu belum diizinkan masuk ke dalam rumah, sehingga diterima di ruang Pelamban. Letak ruangan ini berada di sisi kiri rumah. Ruang Pelamban dibuat dari belahan batang bambu kemudian disusun sedemikian rupa.
2. Gaho
Ruang Gaho digunakan sebagai tempat menyimpan persediaan makanan. Selain itu, barang-barang lainnya juga dapat disimpan di Gaho, sehingga fungsinya mirip seperti gudang. Letak Gaho berada di sisi kiri rumah.
Bentuk Gaho dibuat memanjang. Ruangan ini memiliki ciri khas dekorasi dinding. Bentuk dekorasi tersebut berupa ukiran bermotif ikan. Jika kita berkunjung ke rumah Kajang Leko dan menemukan ukiran motif ikan, maka ruangan tersebut adalah ruang Gaho.
3. Ruang Masinding
Ruangan ini berada di bagian depan rumah dan merupakan ruangan paling luas di rumah Kajang Leko. Fungsi ruang Masinding adalah sebagai tempat musyawarah warga dan bisa juga digunakan sebagai tempat melangsungkan ritual adat tertentu, misalnya ritual kenduri.
Ruang Masinding memiliki ciri khas adanya ukiran-ukiran di dinding. Corak ukiran tersebut adalah bungo jeruk, bungo tanjung, dan tampuk manggis.
4. Ruang Tengah
Ruangan ini terletak berdampingan dengan ruang Masinding. Fungsinya sebagai tempat berkumpulnya perempuan Jambi saat menjalan ritual adat seperti kenduri.
5. Ruang Menalam
Menalam adalah adalah area pribadi pemilik rumah, oleh karena itu hanya bisa dimasuki oleh pemilik rumah. Tamu tidak diperbolehkan untuk masuk ke area ini. Ruang Menalam atau ruang dalam terdiri dari beberapa ruang, yaitu ruang makan, kamar tidur orangtua, dan kamar tidur anak-anak.
6. Ruang Balik Malintang
Ruangan ini berada di sisi kanan rumah Kajang Leko. Posisinya langsung berhadapan dengan rung Masiding dan ruang tengah. Lantai ruang Balik Malintang dibuat lebih tinggi dibandingkan ruangan lainnya di rumah.
7. Ruang Bauman
Bauman adalah area dapur, namun dapur ini hanya digunakan untuk memasak ketika ada acara besar, seperti pernikahan. Bagian ini tidak memiliki lantai ataupun dinding.
Motif Ukiran Rumah Kajang Leko
Ukiran-ukiran yang terdapat di rumah Kajang Leko dikenal sangat indah. Jenis ukiran ini terbagi menjadi 2 jenis, yaitu ukiran motif flora dan ukiran motif fauna. Keduanya memiliki makna dan filosofi yang berbeda.

Motif flora berupa tumbuh-tumbuhan ataupun bunga. Arti motif ini adalah masyarakat Jambi sangat mengagungkan tumbuh-tumbuhan, khususnya peranan hutan dalam kehidupan mereka. Hutan sangat penting bagi masyarakat Jambi. Warna yang digunakan untuk motif ukiran ini berwarna-warni dan dibuat dengan paduan yang sangat menarik.
Sementara itu, motif ukiran fauna yang sering digunakan adalah bentuk ikan. Motif ikan melambangkan mata pencaharian masyarakat Jambi pada masa itu yang mayoritas adalah nelayan. Ukiran ini dibuat berbeda dengan motif flora, karena tidak memiliki warna.
Pembangunan Rumah Kajang Leko
Pada umumnya, rumah adat Jambi Kajang Leko dibangun di dalam sebuah kompleks, khususnya di Rantau Panjang. Rumah-rumah dibangun secara berderet dan memanjang. Selain itu, rumah Kajang Leko juga dibangun saling berhadapan. Jarak antar rumah pun diatur, yaitu sekitar 2 meter.
Di bagian belakang rumah dibangun sebuah bangunan lainnya, fungsinya khusus untuk menyimpan padi. Biasanya bangunan ini disebut dengan Lumbung atau Bilik.
Rumah Kajang Leko masih bisa ditemukan hingga kini dan digunakan sebagai rumah tinggal. Biasanya rumah tradisional Jambi bisa kita jumpai di pedesaan, tepatnya ada di Jambi Seberang, jalan menuju jembatan Gentala Arasy.
Rumah Kajang Leko juga bisa ditemukan di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Karena rumah ini telah diresmikan sebagai rumah adat resmi dari provinsi Jambi.
Rumah Tuo Rantau Panjang
Selain Rumah Kajang Leko, Jambi juga mempunyai rumah adat lain yaitu Rumah Tuo Rantau Panjang dari Merangin. Bangunan tradisional ini berada di Desa Rantau Panjang, Kabupaten Merangin ayng sekaligus menjadi tempat tinggal Suku Batin.
Di kawasan ini terdapat sekitar 80 rumah tradisional yang berdiri kokoh. Serupa dengan rumah adat melayu pada umumnya, konstruksi Rumah Tuo Rantau Panjang adalah rumah panggung yang terbuat dari material kayu. Disini bahkan ada rumah yang tiang penyangganya telah berdiri selama 500 tahun.

Ciri dari Rumah Tuo Rantau Panjang adalah bentuknya yang memanjang ke samping lengkap dengan tangga, pintu, serta beberapa jendela berukuran besar. Atap rumah adat ini berbentuk segitiga memanjang dengan rangka menyilang.
Sedangkan bagian atapnya tertutupi oleh ijuk, akan tetapi beberapa bagian yang telah direnovasi menggunakan atap seng karena dianggap lebih praktis.
Rumah ini mempunyai pintu masuk utama yang pendek setinggi kurang dari 90 cm dan menjadi ciri khas tersendiri. Para tamu yang hendak masuk harus menunduk. Hal tersebut sekaligus menjadi simbol tata krama dan kesopanan masyarakat Jambi.
Setidaknya ada 11 pintu dengan ukuran berbeda-beda. Di bagian selatan terdapat 4 pintu, yakni pintuk kamar, ruang baliak mendalam, pintu gedang, serta dapur. Sementara posisi utara rumah terdapat 5 pintu, yakni 1 pintu masuk utama dan 4 pintu gedang. Kemudian pada bagian barat terdapat 1 pintu dapur serta 1 bagian pintu yang terletak di dalam dapur.
Rumah adat Jambi ini memiliki ruang pertemuan yang terbagi menjadi 3 bagian dengan sekat pemisah berukuran 10 cm. Salah satu ruangan mempunyai lantai agak tinggi yang disebut Balai Melintang untuk ninik mamak, cerdik pandai, dan ulama. Sedangkan alntai tengah dimanfaatkan untuk ruang keluarga serta lorong menuju ruangan bagi pekerja.
Rumah tradisional Jambi ini terbuat dari kayu sendi sebagai bantalan tiang penyangga. Rumah Tuo Rantau Panjang adalah rumah tahan gempa. Hal ini dibuktikan dengan masih berdirinya bangunan hingga beratus-ratus tahun lamanya. Selain itu, keawetan kayu rumah juga dijaga dengan mengoleskan getah pohon ipuh setiap 5 tahun sekali.
Rumah Tuo Rantau Panjang merupakan rumah tinggal sekaligus rumah adat yang menjadi museum. Disini terdapat koleksi benda-benda tradisioal, seperti ornamen hiasan dinding dengan motif khas Jambi yang kaya makna dan filosofi.
20200930