Suku Sunda adalah etnis yang kebanyakan tinggal di kawasan Jawa Barat, Jakarta, dan Banten. Etnis ini juga tersebar di beberapa bagian lain di tanah air. Orang Sunda dikenal dengan karakteristiknya yang ramah, sopan, selalu optimis, dan bersahaja. Selain itu, mereka juga menjunjung tinggi adat istiadat dari leluhurnya.
Hal ini dapat terlihat dari bahasa Sunda yang masih digunakan untuk komunikasi sehari-hari hingga saat ini. Kesenian khas Sunda seperti seni tari, wayang golek dan seni suara yang dibawakan oleh para sinden masih lestari hingga kini. Hal yang tak kalah menarik adalah bentuk rumah adat Sunda yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Daftar Isi
Rumah Tradisional Sunda
Orang Sunda mempunyai beberapa jenis rumah adat dan pada umumnya, rumah adat Sunda berstruktur rumah panggung yang tidak terlalu tinggi. Tinggi rumah tradisional Sunda hanya sekitar 0,5 hingga 1 meter dari permukaan tanah.
Untuk naik ke rumah, tersedia tangga yang disebut dengan Golodog. Tangga ini terbuat dari bambu atau kayu. Jumlah anak tangga biasanya hanya sedikit, yaitu 3 anak tangga. Golodog juga menjadi tempat membersihkan kaki sebelum masuk ke rumah, agar rumah tetap terjaga kebersihannya.
Bagian kolong rumah biasanya digunakan untuk kandang atau mengikat hewan ternak dan peliharaan, seperti dari kuda dan sapi. Bisa juga digunakan sebagai tempat penyimpanan berbagai alat pertanian seperti bajak, garu, cangkul, dan lain-lain.
Ada 6 jenis rumah adat asal Sunda yang perbedaannya bisa dilihat dari bentuk atap dan pintu rumahnya. Keenam jenis itu adalah suhunan (rumah) Jolopong, Badak Heuay, Perahu Kemureb, Tagog Anjing, Capit Gunting, dan Julang Ngapak.
1. Suhunan Jolopong
Dari keenam jenis rumah adat Sunda, suhunan Jolopong adalah rumah yang memiliki bentuk paling sederhana. Rumah ini juga yang paling mudah ditemui saat kini, khususnya di pedesaan Jawa Barat dan serta kawasan cagar budaya.
Untuk membangun Jolopng tidak dibutuhkan material yang berlebihan, karena tidak ada struktur atau lekukan rumit pada gaya arsitekturnya. Atap Jolopong mempunyai 2 sisi yang terpisah oleh jalur suhunan di bagian tengan bangunan. Bentuknya menyerupai pelana yang memanjang.
Pembagian ruangan di suhunan Jolopong cukup efisien. Ruangannya terbagi menjadi 3, yaitu ruang depan yang disebut Tepas atau Emper. Area ini digunakan untuk menerima tamu. Dulunya, Tepas dibiarkan kosong tanpa perabot rumah tangga apapun. Jika ada tamu datang, barulah pemilik rumah mengeluarkan kursi, meja, ataupun bale-bale. Namun dalam perkembangannya, ruangan ini dilengkapi dengan beberapa furniture.
Ruang selanjutnya adalah bagian tengah rumah yang disebut dengan Imah atau Patengahan. Imah biasanya dijadikan tempat berkumpul keluarga. Terdapat ruang Balandongan yang berfungsi untuk menambah kesejukan di rumah. Untuk kamar tidur disebut Pangkeng.
Lalu bagian belakang rumah terdiri dari dapur yang disebut Pawon. Ada pula Padaringan, yaitu ruangan khusus untuk menyimpan beras. Masih ada ruangan lain yang difungsikan sebagai gudang penyimpanan alat-alat rumah tangga, disebut sebagai Jobong.
2. Rumah Adat Badak Heuay
Dalam bahasa Indonesia, Badak Heuay berarti badak yang sedang menguap. Dinamakan demikian karena bentuk atapnya yang unik, menyerupai seekor badak yang sedang membuka mulut.
Ruangan di bagian depan rumah tidak terlalu luas, fungsinya untuk menerima tamu laki-laki. Sementara bagian belakang rumah yang merupakan ruangan pribadi bagi pemilik rumah dibuat cukup luas.
3. Rumah Perahu Kemureb
Jenis rumah adat Sunda yang ketiga ini masih bisa ditemui di daerah Ciamis. Dinamakan Perahu Kemureb karena bentuk atapnya yang mirip dengan perahu yang terbalik. Pembagian ruangan di rumah Perahu Kemureb juga cukup sederhana, seperti pada rumah Badak Heuay.
Pada bagian atapnya disematkan 2 buah batang kayu untuk menopang dan menghubungkan kedua sisi atap. Kayu yang dipilih adalah kayu yang kokoh.
Akan tetapi desain rumah ini banyak menimbulkan masalah, terutama saat musim hujan. Adanya banyak penghubung pada bagian atap menjadikannya rentan bocor apabila sambungan tersebut mengalami kerusakan. Karena faktor inilah, rumah Perahu Kemureb mulai jarang dibangun dan sudah tidak banyak lagi yang bisa kita temukan.
4. Rumah Tagog Anjing
Rumah tradisional Sunda diberi nama demikian karena bentuk atapnya berupa segitiga dan atap lainnya yang menghadap ke depan rumah , sehingga tampak seperti anjing yang sedang duduk. Bentuk atap ini mendapat pengaruh dari gaya arsitektur Mataram, Jawa Tengah.
Jika dilihat sekilas, bentuk rumah Tagog Anjing hampir sama dengan rumah Badak Heuay. Perbedaannya terletak pada tidak adanya potongan dan tidak terbuka seperti pada rumah Badak Heuay.
Rumah adat Tagog Anjing masih bisa kita temukan di kota Garut. Hingga kini masih banyak hotel di Jawa Barat yang menggunakan gaya atap ini, misalnya di daerah Puncak.
5. Rumah Capit Gunting
Rumah Capit Guntik mempunyai bentuk atap yang mirip seperti gunting. Pada bagian ujung atap terdapat bentuk yang saling menyilang, bentuknya menyerupai capit karena adanya persilangan kayu atau bambu.
Secara umum, bentuk rumah Capit Gunting cukup sederhana. Namun rumah adat ini menjadi unik karena bentuk atapnya. Bentuk menyerupai gunting ini menambah nilai estetis pada keseluruhan rumah.
6. Rumah Adat Julang Ngapak
Orang Sunda mempunyai kecenderungan menamakan rumah adat mereka dengan nama-nama hewan. Rumah adat Julang Ngapak memiliki makna burung yang sedang mengepakkan sayap. Dinamakan demikian karena desain atapnya yang melebar di bagian samping kiri dan kanan.
Pada bagian bubungan atap ditambahkan cagak gunting agar atap lebih kuat. Ini menjadikan atap tidak mudah bocor saat musim hujan. Rumah adat Julang Ngapak masih bisa ditemukan di Kampung Naga Tasikmalaya dan Kampung Dukuh Kuningan.
7. Rumah Tradisional Jubleg Nangkub
Bangunan adat ini sebenarnya bentuknya persis seperti rumah adat Parah Kumureb. Akan tetapi mempunyai nama berbeda khususnya di Kabupaten Sumedang. Makna Jubleh Nangkub oleh tradisi Sunda adalah lesung (alat menumbuk padi) yang menelungkup.
Filosofi Rumah Adat Sunda
Di balik gaya arsitekturnya yang terbilang cukup sederhana, ternyata rumah tradisional asal Sunda menyimpan banyak makna yang menarik. Rumah adat Sunda dibuat dengan menghormati alam di sekeliling masyarakatnya.
Hal ini bisa dlihat dari bagaimana orang Sunda menamakan rumah-rumah adatnya, misalnya Rumah Tagog Anjing, Badak Heuay, dan Julang Ngapak diambil dari nama-nama hewan yang ada di sekitar mereka. Hal ini menandakan kedekatan orang Sunda dengan alam.
Dalam pembangunan rumah, tidak digunakan unsur besi sama sekali, seperti paku dan lain-lain. Untuk menguatkan tiang, digunakan pasek yang terbuat dari bambu. Selain itu, juga digunakan ijuk atau sabut kelapa untuk mengikat sambungan struktur. Untuk bagian atap pun menggunakan daun kelapa, ijuk, atau daun rumbia. Di masa lalu, rumah adat Sunda sangat jarang menggunakan genting dari tanah liat.
Satu hal yang unik adalah pemilihan bilik yang tipis untuk dinding dan lantai yang terbuat dari palupuh atau papan kayu. Kedua bagian ini tidak terlalu kokoh dan dapat dirusak oleh manusia jika berada di perkampungan yang barbar dan saling serang.
Hal tersebut menandakan bahwa masyarakat Sunda adalah masyarakat yang damai dan tidak saling bermusuhan satu antara lainnya. Rumah adat Sunda dibuat sebagai tempat berlindung dari hujan, angin, terik matahari, dan serangan binatang buas, bukan untuk melindungi diri dari serangan sesama manusia.