Dalam bahasa Bali, Suku Bali disebut sebagai Wong Bali, Anak Bali, atau Krama Bali. Suku ini adalah kelompok etnis mayoritas di Pulau Bali. Jumlah populasi Suku Bali yang tinggal di Pulau Bali sekitar 3,3 juta jiwa.
Sementara ada sekitar 600.000 jiwa yang tersebar di beberapa wilayah di tanah air. Beberapa wilayah tersebut adalah Nusa Tenggara Barat. Lampung, Bengkulu, Sulawesi Tengah, dan beberapa wilayah lainnya.
Daftar Isi
Sejarah Suku Bali
Terbentuknya kelompok masyarakat Bali terbagi menjadi 3 gelombang. Ada 3 tahapan proses proses migrasi nenek moyang Suku Bali menuju Pulau Bali, antara lain:
1. Zaman Pra Sejarah
Gelombang pertama ini terjadi pada masa pra sejarah. Perpindahan ini terjadi akibat persebaran penduduk yang terjadi di nusantara pada masa itu.
2. Masa Perkembangan Hindu
Gelombang kedua adalah masa perpindahan manusia yang terjadi secara perlahan-lahan karena adanya penyebaran dan perkembangan agama Hindu.
3. Migrasi Penduduk Kerajaan Majapahit
Gelombang ketiga sekaligus yang terakhir adalah leluhur masyarakat yang berasal dari Pulau Jawa. Setelah Raja Majapahit Hayam Wuruk wafat, masa kejayaan Majapahit tak berlangsung lama mengalami keruntuhan. Hal ini juga dibarengi dengan persebaran agama Islam pada abad ke-15. Kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam berusaha menaklukkan Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu.
Masyarakat Majapahit yang tidak mau menyerah dan enggan memeluk agama Islam akhirnya lari ke arah timur. Wilayah pelarian tersebut adalah pegunungan di Jawa Timur dan kini menjadikan mereka sebagai Suku Tengger.
Selain itu, ada pula yang menyeberang hingga ke Pulau Bali sehingga membentuk kelompok masyarakat dan kebudayaan di Bali hingga saat ini. Masyarakat di Bali membentuk sinkretisme, yaitu perpaduan paham agama Hindu dan tradisi Bali.
Kepercayaan / Agama di Bali
Etnis Bali merupakan keturunan masyarakat Kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu, oleh sebab itu hingga saat ini sebagian besar Suku Bali masih memeluk agama Hindu.
Diperkirakan sebanyak 3,2 juta pemeluk agama Hindu bermukim di Bali. Aliran yang dianut oleh Suku Bali adalah Siwa-Buddha. Aliran ini berbeda dengan ama Hindu yang dianut di India.
Agama Hindu di tanah air diperkenalkan oleh para pendeta dari India. Mereka memperkenalkan sastra Hindu-Buddha kepada Suku Bali. Masyarakat Bali saat itu menerima ajaran tersebut dan memadukannya dengan kepercayaan pra Hindu yang mereka yakini sebelumnya.
Kepercayaan inilah yang dianut oleh kelompok Bali Aga, masyarakat Bali yang sudah ada sebelum masyarakat Majapahit bermigrasi ke Bali. Kepercayaan Bali Aga berbeda dari Suku Bali pada umumnya yang merupakan keturunan dari Majapahit. Sebab kelompok Bali Aga mempertahankan tradisi animisme.
Lestarinya agama Hindu di Bali tak lepas dari dukungan pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1881, Belanda melarang misionaris untuk menjalankan kegiatannya di Bali.
Kemudian pada tahun 1924, misionaris Katolik Roma berusaha masuk ke Bali, namun ditolak keras oleh pihak elit Bali dan kolonial Belanda. Selanjutnya pada tahun 1931, giliran misionaris Protestan Belanda yang berusaha masuk ke Pulau Bali. Namun kegiatan juga berhasil ditentang dan dihalangi. Oleh karena itulah agama Hindu di Bali tetap bertahan hingga kini.
Strata Sosial / Kasta Bali
Sistem kehidupan sosial masyarakat Bali dinamakan Wangsa. Wangsa merupakan sistem kekeluargaan yang diatur melalui garis keturunan.
Saat ini sistem Wangsa sudah tidak dijalankan dengan sangat ketat seperti di masa lalu. Namun dalam beberapa hal, sistem Wangsa tetap dipertahankan. Misalnya dalam upcara adat yang sudah menjadi tradisi ataupun dalam pernikahan yang masih membedakan jalur keturunan leluhur seseorang.
Asal usul sistem Wangsa diduga dari tradisi Kerajaan Majapahit yang menundukkan Kerajaan Bali di abad ke-15. Untuk membedakan masyarakat Majapahit yang menjadi penguasa dari Jawa dengan masyarakat lokal, mereka membuat sistem Wangsa.
Meski merupakan kalangan minoritas, penguasa dari Majapahit dan keluarganya memegang tampuk pemerintahan di Bali. Orang-orang Majapahit yang berkuasa di Bali ini membentuk strata sosial atau kasta yang kemudian berlaku di Bali. Kasta tersebut menjadikan kalangan mereka berada di kelas atas. Puncak strata sosial ini adalah Dinasti Kepakisan dari Majapahit.
Pembagian Sistem Wangsa di Bali, yaitu:
- Brahmana untuk kalangan pemuka agama dan pendeta.
- Kesatria untuk Raja dan kaum bangsawan, petinggi kerajaan dan bala tentaranya.
- Waisya untuk abdi keraton, ahli pembuat senjata, cendekiawan, dan lain sebagainya yang berasal dari Jawa.
- Jaba sebutan untuk masyarakat Bali yang ditaklukkan. Jumlah mereka sebenarnya jauh lebih banyak dibandingkan pendatang dari Majapahit. Namun mereka berada di kelas sosial terendah dan tidak diberi kedudukan dalam pemerintahan. Penguasa Bali Kuno dari Dinasti Warmadewa yang pada masa ini kehilangan kekuasaan juga melebur ke dalam masyarakat dan terpaksa berada di tingkat paling bawah pada sistem Wangsa.
Pembagian profesi juga diatur dengan sistem Wangsa, karena di masyarakat Bali pekerjaan sifatnya diturunkan. Sebuah profesi tidak bisa dikerjakan oleh Wangsa lain. Dalam upacara keagamaan, jumlah sesajen juga ditentukan oleh kedudukan dalam Wangsa.
Sementara untuk pernikahan, seorang wanita dari tri wangsa tidak boleh menikah dengan seorang pria dari Jaba. Kalaupun mereka menikah, maka si wanita harus melepas Wangsa aslinya. Namun, jika seorang wanita Jaba menikah dengan pria yang berasal dari Tri Wangsa, maka akan diadakan upacara untuk diberikannya hak naik kepada wanita. Wanita yang naik kelas ini disebut Jero.
Hingga kini, sistem penamaan Suku Bali juga menganut sistem Wangsa. Pada awalan nama mereka diberi penanda yang menunjukkan Wangsa mereka dalam strata sosial.
Ragam Suku Bali (Sub Suku)
Pada dasarnya Suku Bali terbagi menjadi 2 sub suku, yaitu:
1. Suku Bali Aga
Bali Aga adalah kelompok masyarakat yang telah ada di Pulau Bali sebelum gelombang migrasi masyarakat Kerajaan Majapahit terjadi. Etnis Bali Aga disebut juga sebagai Bali Pegunungan, karena sejumlah masyarakatnya tinggal di pegunungan, tepatnya Desa Trunyan.
Ada anggapan bahwa kelompok Bali Aga yang tinggal di Desa Trunyan adalah orang gunung yang bodoh, karena mereka memilih tempat tinggal di pedalaman.
2. Suku Bali Majapahit
Bali Majapahit adalah kelompok masyarakat yang berasal dari Kerajaan Majapahit yang melarikan diri saat Kerajaan Islam Demak melakukan invasi. Mayoritas sub suku ini tinggal di dataran rendah.
Kelompok ini umumnya melakukan kegiatan bercocok tanam di sawah. Karena Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu, maka kelompok masyarakat ini juga beragama Hindu dengan aliran Siwa-Buddha.
Suku Bali dari Majapahit menempati kedudukan tinggi di kelas masyarakat yang mereka bangun sendiri. Mereka memegang peranan penting dalam pemerintahan. Selain urusan kenegaraan dan pemerintahan, mereka juga menempati tempat tinggi untuk keagamaan. Para cendekiawan Bali juga berasal dari sub suku ini.
Suku Bali Majapahit memegang peranan penting dalam membentuk Bali yang kita kenal sekarang ini, baik dari segi kepercayaan, pemerintahan, budaya, dan adat istiadat. Mereka jugalah yang bekerja sama dengan kolonial Belanda untuk mencegah misionaris Katolik Roma dan Kristen Protestan masuk ke Bali, sehingga kepercayaan Hindu di Bali tetap lestari.
3. Suku Nyama Selam
Di Pulau Bali terdapat suku yang mayoritas beragama Islam, yakni Suku Nyama Selam. Suku ini hidup tenteram berdampingan dengan penduduk mayoritas bali yang beragama Hindu.
Secara bahasa, Nyama berarti saudara, sedangkan Selam bermakna Islam. Suku ini memiliki tradisi unik, yaitu tradisi Ngejot. Ngejot adalah budaya saling membantu dan berbagi makanan saat hari raya. Budaya Ngejot biasanya dilakukan pada saat perayaan hari rata umat Hindu Bali dan umat Islam Bali.