Suku Korowai – Sejarah, Tradisi Hingga Isu Kanibalisme

4.5/5 - (35 votes)

Indonesia merupakan negara yang terkenal kaya akan berbagai macam suku dan budaya. Salah satunya, Suku Korowai yang terdapat di Papua.

Sebagai salah satu suku yang ada di Indonesia, Suku Korowai memiliki tradisi dan kebudayaan yang cukup unik. Keberadaannya juga tidak mudah untuk ditemukan, terutama karena jumlahnya yang kini tidak lagi banyak.

Sejarah Suku Korowai

Banyak diantara kita yang mungkin belum mengetahui sejarah serta asal usul Suku Korowai di Indonesia. Maklum saja, sebagai salah satu suku yang mendiami pedalaman Papua, keberadaannya memang tidak mudah ditemukan. Namun bila ditelusuri lebih dalam, suku ini memiliki sejarah yang panjang, mulai dari saat ditemukan hingga hari ini.

Suku ini teridentifikasi sekitar 30 hingga 35 tahun yang lalu. Sebelumnya, suku Korowai menempati pedalaman Papua tanpa pernah berkomunikasi dengan dunia luar. Menempati kawasan yang terletak kurang lebih 150 km dari Laut Arafura, suku ini bertahan hidup dengan cara berburu berbagai macam hewan di hutan.

Hingga kemudian pada tahun 1975 – 1978, tim misionaris dari Belanda yang dipimpin oleh Johannes Veldhuizen menemukan suku ini, kemudian mulai mengadakan penginjilan di daerah tersebut.

Sejak saat itu, para misionaris menjelajahi seluruh tanah Suku Korowai dan bahkan mempromosikan suku ini hingga ke luar negeri. Mereka bahkan membangun gereja, sekolah serta sebuah klinik. Mereka juga yang memprakarsai film dokumenter tentang salah satu suku papua ini dan pada akhirnya pemerintah Indonesia menyadari keberadaan Suku Korowai.

Pada tahun 1990, ketika para misionaris meninggalkan suku tersebut, masyarakat Korowai mulai menerima bantuan dari pemerintah dan terlibat dari proyek-proyek kehutanan yang diprakarsai oleh perusahaan asing.

baca juga:  Mengenal Suku Polahi Lebih Dekat - Tradisi & Kepercayaan

Tradisi dan Adat

Suku Korowai memiliki beberapa adat serta tradisi yang cukup unik, salah satunya yaitu membangun rumah pohon. Bukan rumah pohon yang hanya didirikan beberapa meter dari permukaan tanah, namun suku ini membangun rumah setinggi hingga puluhan meter di atas pohon.

Karena bertempat tinggal di atas pohon, julukan manusia pohon seringkali disematkan untuk orang-orang Korowai. Bukan tanpa alasan, hal tersebut mereka lakukan untuk melindungi diri dari serangan hewan buas dan risiko banjir.

rumah pohon korowai georgesteinmetz.com

Pembuatan rumah pohon dikerjakan oleh orang-orang Korowai dengan seksama. Mulai dari memilih bahan, serta menentukan lantai dan pohon yang akan digunakan sebagai penopang utama. Umumnya suku ini memilih pohon yang besar dan kokoh sebagai tiang utama rumah. Kemudian dindingnya terbuat dari kulit pohon sagu.

Lantai rumah menggunakan cabang pohon, sedangkan atap rumah berasal dari dedaunan hutan. Selain itu, rumah orang Korowai juga dibuat dari pilinan tali rotan dan dilengkapi oleh tangga yang menjulang hingga ke dasar tanah.

Selain keunikan berupa rumah di atas pohon, Suku Korowai juga memiliki bahasa percakapan sehari-hari berupa bahasa Awyu-Dumut yang biasa digunakan sebagai bahasa komunikasi oleh kebanyakan suku di Papua Tenggara.

Mereka juga mengenal pesta sagu yang dilakukan sebagai perayaan peristiwa tertentu seperti kelahiran bayi ataupun pernikahan. Dalam pesta ini, umumnya orang Korowai menyembelih babi sebagai hidangan dan pertanda bahwa ada peristiwa besar yang patut dirayakan.

Suku Korowai Kanibal?

Salah satu tradisi unik yang sedikit menakutkan yaitu rumor tentang Suku Korowai sebagai suku kanibal. Hal ini memicu ketertarikan dunia pada suku ini, namun sekaligus merasa takut untuk mengunjunginya.

baca juga:  Salju Abadi di Indonesia dan Belahan Bumi Lain, Dimana Aja?

Ternyata, setelah ditelusuri lebih jauh oleh beberapa relawan asing, ternyata suku ini tidak mengonsumsi daging manusia untuk makanan sehari-hari. Lebih tepatnya, orang korowai melakukan ritual memakan daging manusia yang melanggar aturan mereka, misalnya tukang sihir atau biasa disebut dengan khuakhua.

orang korowai dan sagu georgesteinmetz.com

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa kanibalisme ini sebenarnya merupakan bagian dari hukum adat Suku Korowai bagi orang yang terbukti melakukan perbuatan terlarang atau hukuman untuk yang melakukan kejahatan.

Akan tetapi, saat ini sifat kanibal orang-orang Korowai makin jarang terjadi dan ditinggalkan, terutama setelah sebagian warga suku mendapatkan penginjilan dan memberi diri untuk dibaptis.

Konflik Suku Korowai

Kehidupan masyarakat Korowai bukannya tanpa konflik. Ada beberapa konflik eksternal maupun internal yang terjadi selama beberapa tahun terakhir. Salah satu contoh konflik eksternal terjadi akibat eksploitasi yang dilakukan oleh beberapa pihak dari luar Suku Korowai.

Contohnya, pada tahun 1990 setelah para misionaris meninggalkan suku tersebut, beberapa orang mulai mengeksploitasi daerah tersebut untuk memburu pohon gaharu.

Kayu dari pohon gaharu memiliki nilai yang sangat mahal, sehingga muncul perdagangan besar-besaran di wilayah tersebut yang mengundang banyak orang asing masuk ke lingkungan Suku Korowai.

Ramainya populasi pendatang menyebabkan adanya prostitusi di kawasan hutan liar di daerah Suku Korowai, sehingga penyakit AIDS sempat berkembang pesat saat itu. Ketika perdagangan gaharu menurun di tahun 1999, maka endemik penyakit tersebut juga makin menurun.

masyarakat korowai topsimages.com

Selain itu, juga terjadi konflik internal atau antar penduduk yang muncul apabila terdapat perzinahan atau penganiayaan. Umumnya jika ada wanita yang dianiaya dalam satu keluarga, maka keluarga wanita tersebut akan menuntut balas. Demikian halnya jika ada yang berzinah atau berlaku serong.

baca juga:  7++ Rumah Adat Papua - Keunikan, Gambar & Penjelasan Lengkap

Kedua belah pihak yang kedapatan berzinah harus saling bertukar barang untuk menghindari hukum adat. Meski konflik tersebut berusaha diselesaikan secara baik-baik, tetap saja dapat memicu kemarahan antar klan. Akibatnya, saat konflik memuncak akan perseteruan dan bahkan bisa berujung pada pembunuhan.

Tidak hanya itu saja, masih ada beberapa konflik lain yang terjadi pada Suku Korowai. Pemerintah sendiri mencatat bahwa angka kematian di suku ini masih cukup tinggi.

Maklum saja, karena lokasinya yang jauh dari perkotaan, menyebabkan tindakan medis di rumah sakit yang ada tidak memungkinkan untuk menyelamatkan kondisi kritis pasiennya. Belum lagi dari segi pendidikan, ekonomi, hingga akses transportasi dan penyediaan sarana air bersih maupun listrik.

Pemerintah menyadari bahwa perjalanan membangun suku ini masih cukup panjang. Tidak akan semudah membalik telapak tangan. Tentunya dibutuhkan komitmen yang tinggi dari pihak pemerintah untuk memastikan kesejahteraan suku tersebut tercukupi.

Hingga saat ini hal tersebut masih menjadi beban dari pemerintahan yang ada sekarang. Tercatat masyarakat Korowai masih belum memiliki infrastruktur yang memadai seperti layaknya kota-kota lain di Papua. Sehingga program pembangunan di tengah Suku Korowai masih terus diupayakan hingga sekarang.

Itulah sekilas kisah tentang Suku Korowai di Papua Selatan, Indonesia. Mulai dari sejarah serta asal-usulnya, hingga tradisi serta konflik yang sempat dan tengah terjadi di dalam suku tersebut.

Sebagai salah satu suku yang ada di Indonesia, tentunya besar harapan agar pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat Korowai. Agar masyarakat Korowai dapat merasakan kehidupan yang jauh lebih baik dan jauh lebih maju. Terutama dalam melestarikan adat budaya sebagai bagian dari keanekaragaman di Indonesia.

Industrial Engineer, Civil Servant, Entrepreuner & Writer.