Taman Nasional Gunung Halimun Salak atau TNGHS adalah kawasan konservasi yang berada di provinsi Jawa Barat. Luas dari kawasan ini adalah 113.357 ha, jauh meningkat dari yang sebelumnya 39.941 saat masih berstatus sebagai Hutan Lindung.
Disebut sebagai Taman Nasional Gunung Halimun Salak atau Mount Halimun Salak National Park karena kawasan ini memiliki dua puncak gunung tertinggi, yaitu Gunung Halimun dan Gunung Salak. Sebagai wilayah pegunungan, pesona alam di taman nasional ini begitu beragam dan menakjubkan.
Hal itu bisa dilihat dari banyaknya destinasi wisata yang terdapat di sepanjang kawasan ini, seperti curug, gunung, dan telaga. Flora dan fauna yang tumbuh dan mendiami taman nasional ini juga sangat beragam dari jenis endemik hingga kategori spesies langka.
Daftar Isi
Sejarah Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, kawasan ini sebelumnya adalah cagar alam yang berada di Gunung Halimun. Kemudian pada tanggal 28 Februari 1992 diajukan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 282/Kpts-II/1992 sebagai Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH).
Peresmian status taman nasional ini ditetapkan pada tanggal 23 Maret 1997. Selanjutnya karena muncul kekhawatiran akan rusaknya sumber daya alam hutan, pada tahun 2003 kawasan TNGH diperluas dengan masuknya hutan di Gunung Salak dan Gunung Endut.
Sebelumnya, status dari kedua gunung tersebut adalah hutan lindung dan hutan produksi terbatas, kemudian menjadi hutan konservasi, dan akhirnya disatukan dengan kawasan konservasi TNGH.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 mengenai penyatuan antara TNGH, Gunung Salak, dan Gunung Endut secara resmi, kemudian namanya berubah menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak dengan luas kurang lebih 113.357 ha.
Kondisi Alam Taman Nasional Gunung Halimun Salak
1. Letak dan Topografi
Secara administratif kawasan ini meliputi tiga kabupaten, yaitu kabupaten Bogor dan Sukabumi, di Jawa Barat, serta Lebak di Banten. Sedangkan secara geografis berada di antara 106°21’ – 106°38’ Bujur Timur dan 6°21’ – 6°53’ Lintang Selatan.
Saat masih berstatus sebagai hutan lindung, taman nasional ini memiliki luas 39.941 hektar, kemudian bertambah dan diperluas mencakup wilayah hutan Gunung Salak, Gunung Endut, dan beberapa kawasan hutan lainnya menjadi 113.357 hektar.
Bentuk topografinya mulai dari perbukitan dan bergunung-gunung dengan ketinggian 500 mdpl hingga 2.211 mdpl dengan kemiringan sekitar 25% sampai 65%. Taman Nasional Gunung Halimun Salak dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan ketinggiannya, yaitu:
- 20% kawasan dengan ketinggian 500-1.200 mdpl
- 65% kawasan dengan ketinggian 1.200-1.400 mdpl
- 15% kawasan dengan ketinggian 1.400-2.211 mdpl
Kawasan ini termasuk wilayah pegunungan yang cukup tua, beberapa puncak gunung di area taman nasional ini antara lain:
- Gunung Halimun Utara (1.929 m)
- Gunung Ciawitali (1.530 m)
- Gunung Kencana (1.831 m)
- Gunung Botol (1.850 m)
- Gunung Sanggabuana (1.920 m)
- Gunung Kendeng Selatan (1.680 m)
- Gungung Halimun Selatan (1.758 m)
- Gunung Endut (timur) (1.471 m)
- Gunung Sumbul (1.926 m)
- Gunung Salak (puncak 1 dengan ketinggian 2.211 m, dan puncak 2 setinggi 2.180 m)
Puncak gunung tersebut sering tertutup kabut dan menjadi daerah tangkapan air bagi kawasan lain di Jawa Barat, misalnya Bogor, Tangera, Rangkasbitung, Pelabuhan Ratu dan Bayah. Setidaknya terdapat 115 sungai dan anak sungai yang hulunya berada di kawasan TNGHS, seperti Sungai Ciberang atau Ciujung, Sungai Cidurian, Sungai Cisadane, dan Sungai Cimadur.
2. Iklim dan Hidrologi
Iklim TNGHS tergolong ke dalam tipe A dan tipe B berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson. Curah hujannya berada 4.000 – 6.000 mm per tahun dengan suhu bulanan pada kisaran 19,7 – 31,8 derajat Celcius. Kelembaban udara di kawasan ini rata-rata 88%.
Kawasan taman nasional ini adalah daerah tangkapan air yang berperan penting bagi kawasan sekitarnya. Tercatat ada sekitar 115 anak sungai yang berhulu di kawasan TN Gunung Halimun Salak.
3. Ekosistem
Ekosistem di taman nasional ini dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona perbukitan atau colline berupa hutan dataran rendah antara 900-1.150 meter dpl, zona hutan pegunungan bawah atau submontane forest antara 1.050-1.400 meter dpl, dan zona hutan pegunungan atas atau montane forest, yaitu lebih dari 1.500 meter dpl.
Flora & Fauna TN Gunung Halimun Salak
Sebagai wilayah konservasi, terdapat banyak sekali jenis flora dan fauna yang tumbuh dan hidup di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Mulai dari jenis yang lazim diketahui, jenis endemik, hingga spesies langka.
1. Flora
Keanekaragaman flora di TN Gunung Halimun Salak sangalah tinggi, terdapat lebih dari 500 spesies tumbuhan yang terdiri dari 266 genus dan 93 suku. Jumlah tersebut dianggap belum sepenuhnya mewakili biodiversitas yang ada karena letaknya yang bersebelahan dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Jenis flora yang ada di taman nasional ini adalah Altingia excelsa (Rasamala), Amorphopallus titanum (Bunga Bangkai), Asplenium nidus (Pakis Sarang Burung), Castanopsis javanica (Riung anak), Schima wallichii (Puspa), dan Podocarpus neriifolius (Kiputri).
Selain itu, di kawasan ini terdapat 13 spesies rotan, 12 spesies bambu, 258 spesies anggrek dengan 47 jenis endemik dan 5 jenis baru, serta berbagai spesies lumut.
2. Fauna
Tercatat ada 61 spesies mamalia, 244 spesies burung dengan 32 jenis endemik, 27 spesies amfibi, 50 spesies reptil, dan 31 spesies ikan yang hidup di kawasan TN Gunung Halimun Salak.
Beberapa spesies endemik yang terancam punah, antara lain macan tutul jawa (Panthera pardus-melas), owa jawa (Hylobates moloch), kukang (Nycticebus coucang), dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis).
Jenis burung endemik di TNGHS yaitu gelatik jawa (Padda oryzivora), elang jawa (Spizaetus bartelsi), celepuk jawa (Otus angelinae), ciung-mungkal jawa (Cochoa azurea), dan luntur jawa (Apalharpactes reinwardtii).
Ekosistem Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Kawasan taman nasional ini berfungsi sebagai penyangga kehidupan, khususnya bagi tiga wilayah administratifnya, yakni Bogor, Lebak dan Sukabemi meliputi fungsi hidrologi dan iklim. Selain itu, wilayah terlindungi ini juga bermanfaat untuk pembangunan wilayah sekitar, perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, budidaya dan wisata alam.
Wilayahnya terdiri dari hutan hujan selalu hijau merupakan yang terluas di Pulau Jawa. Jenis hutan tersebut berata di kawasan dataran rendah yang terpisah dan mengelilingi taman nasional.
Beberapa tipe ekosistem yang ada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak berdasarkan ketinggian loaksinya, antara lain:
1. Zona Collin / Hutan Hujan Dataran Rendah
Zona ini berada di ketinggian 500 hingga 1.000 mdpl dengan kondisi rusak dan hutan sekunder. Tumbuhan yang hidup di zona ini adalah tanaman bawah dan pohon pionir, seperti Manggong (Macaranga rhizoides), Kareumbi (Omalanthus populneus), dan Cangcaratan (Nauclea lanceolata).
Selain itu juga ditumbuhi pohon komersial, antara lain Rasamala (Altingia excelsa), Keruing (Dipterocarpus sp.), Suren (Toona sureni/sinensis), Riung anak (Castanopsis javanica), dan Puspa (Schima walichii).
2. Zona Hutan Submontana
Ketinggian 1.000 sampai 1.500 mdpl adalah zona hutan submontana atau hutan pegunungan bawah yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi, contohnya adalah Puspa (Schima walichii), Rasamala (Altingia excelsa), Suren (Toona sureni/sinensis), Jamuju (Dacrycarpus imbricatus), Pasang atau Oak (Lithocarpus sp.), Baros (Magnolia blumei), Waru Sintok (Cinnamomum sintok), Kiputri (Podocarpus neriifolius), Antidesma montanum, Eurya acuminata, Evodia aromatic, dan bermacam jenis tumbuhan keluarga Fagaceae.
Kawasan ini juga menjadi habitat bagi tumbuhan epifar rotan (Calamus sp.), serta 75 jenis anggrek, antara lain Bublophylum binnendykii, Bublophylum angustifolium, Bublophylum scottifolium, Bublophylum violaceum, Coelogyne correa, Cymbidium sundaicum, dan Dendrochilum raciborsckii.
3. Zona Hutan Montana
Hutan montana adalah zona yang berada di ketinggian 1.500 mdpl dan sebagian besar berupa tumbuhan jenis keluarga Fagaceae, yaitu Pasang (Quercus sp.), Jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan Kiputri (Podocarpus neriifolius).
Kegiatan dan Destinasi Wisata
Kawasan taman nasional memang selalu identik desana pesona alam yang memukau. Begitupun di Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang memiliki begitu banyak lokasi atau destinasi wisata menarik untuk dikunjungi.
1. Mendaki Puncak Gunung
Ada beberapa puncak gunung yang membentang di sepanjang kawasan taman nasional ini dengan ketinggian antara 1.700 hingga 2.211 meter di atas permukaan laut. Namun sebagian besar jalur pendakiannya belum dibuka secara resmi, sehingga untuk melakukan pendakian harus didampingi petugas dan memiliki surat izin.
Beberapa gunung tersebut yaitu Gunung Halimun Utara, Gunung Halimun Selatan, Gunung Salak Puncak 1, Gunung Salak Puncak 2, Gunung Sanggabuana, dan Gunung Botol.
2. Kawah Ratu
Kawah Ratu terletak di lereng Puncak Gunung Salak 1, tepatnya di tengah hutan. Ketika berada di wilayah ini, pengunjung harus berhati-hati dan tidak terlalu lama, apalagi mendekat dengan sumber uap. Pasalnya gas beracun dapat terjadi kapanpun dan menimbulkan halusinasi.
3. Curug atau Air Terjun
Curug merupakan destinasi wisata yang kaya di kawasan taman nasional ini. Ada delapan curug cantik yang patut diketahui dengan keunikan tersendiri yang sayang jika dilewatkan.
Curug Cihurang adalah yang paling dekat dari pintu gerbang taman nasional, sekitar 150 meter. Curug ini tidak terlalu tinggi, tetapi memiliki dua aliran. Pengunjung yang ingin menginap biasanya membuat camp di sekitar curug ini. Terdapat pula perosotan untuk anak-anak yang disediakan.
Curug Ngumpet 1 juga tidak terlalu jauh dari gerbang TNGHS. Ketinggian curug ini adalah 45 meter dan mempunyai dua aliran yang bertemu di satu muara. Ada juga Curug Ngumpet 2 atau Curug Kondang yang jaraknya hampir sama dengan air muara berwarna hijau toska.
Terdapat juga Curug Pangeran yang untuk mencapainya sedikit membutuhkan tenaga, karena pengunjung harus menempuh track berupa jalan setapak. Keunikan dari curug ini adalah muaranya yang berwarna hijau toska.
Selanjutnya adalah Curug Cigamea yang air terjunnya memiliki aliran berundak sebelum berakhir di muara. Sementara itu, Curug Sawer adalah curug tak bermuara yang menjadi pembuka menuju Curug Seribu.
Jalur menuju Curug Seribu medannya sedikit lebih sulit, tetapi pesona dari curug ini mampu mengobati rasa letih. Kemudian yang terakhir adalah Curug Muara Herang dengan ketinggian 50 meter yang baru dibuka untuk wisatawan dan tak jauh dari gerbang taman nasional.
Selain kedelapan curug itu, masih ada lagi air terjun lain seperti Curug Citamanja, Curug Pilit, Curug Citangkolo, Curug Cibelang, Curug Ciarnisah, Curug Pilung, Curug Cipamulan, dan lainnya.
4. Gunung Batu
Kawasan taman nasional ini juga memiliki mitor yang berkaitan dengan kepercayaan dan hukum adat masyarakat sekitar. Beberapa lokasi dipercaya memiliki kekuatan spritual, salah satunya adalah Gunung Batu yang berada di puncak bukit.
Disebut Gunung Batu karena terdiri dari dinding-dinding batu. Lokasinya berada di desa Mekarjaya dan membutuhkan waktu tempuh sekitar 2 jam jika jalan kaki dari kampung Cigadong.
5. Perkebunan Teh Nirmala
Menembus hutan TN Gunung Halimun Salak tepat di tengah-tengahnya terdapat Perkebunan Teh Nirmala yang merupakan bekas peninggalan Belanda. Hal menarik dari kebun teh ini adalah keberadaan perkebunan bunga mawar yang terletak di tengah hamparan teh.
Selain itu, pengunjung dapat menyaksikan langsung proses pengolahan daun teh di pabriknya. Jika ingin istirahat, puncak perkebunan menjadi pilihan yang bagus sambil menikmati indahnya tanaman perkebunan.
6. Bumi Perkemahan (Camping Ground)
Menyatu dengan alam memang menjadi hal menyenangkan. Di kawasan taman nasional ini sudah dikembangkan lokasi untuk berkemah. Beberapa diantaranya adalah Cikalet, Wates, Cangkuang, Citalahab, Sukamantri, serta Gunung Bunder.
7. Wisata Desa
Selain wisata alam, di kawasan taman nasional ini juga dapat dilakukan kegiatan wisata desa untuk mengenal lebih jauh kehidupan, budaya, dan karakteristik masyarakat sekitar. Ada lima desa yang dapat menjadi tujuan wisata dengan keunikan masing-masing.
Kelima desa tersebut adalah desa Malasari, desa Kiarasari, desa Tapos 1, desa Kanekes dengan Saba Baduy, serta desa Jelajah Kesepuhan
8. Candi Cibedug
Candi Cibedug berada di sebelah barat Desa Citorek yang dapat ditempuh selama 3 jam dengan jalan kaki. Ukuran dari situs candi ini cukup kecil dan merupakan peninggalan bersejarah dari kerajaan di Jawa Barat.
9. Canopy Trail
Jembatan gantung atau canopy trail yang berada di kawasan TNGHS ini tidak jauh dari Stasiun Penelitian Cikaniki, hanya sekitar 200 meter. Canopy trail ini memiliki panjang 125 meter dan lebar 0,6 meter pada ketinggian antara 20-25 meter di atas permukaan tanah.
Meski mendebarkan saat berada di atas canopy trail, tetapi pemandangan hutan dari sisi lain cukup untuk membayar semuanya.
10. Loop Trail dan Wisma Tamu Citalahab
Loop Trail atau jalur interpretasi merupakan jalur setapak sepanjang 3,8 km antara Cikanki-Citalahab. Ada dua jalur yang dapat ditempuh, yaitu langsung menuju Citalahab dimana wisma dan home stay berada, serta jalur menuju Perkebunan Teh Nirmala.
Jalur ini cukup aman dan nyaman di tengah hutan tropis, karena ada penunjuk jalan dan naungan sebagai tempat istirahat. Sepanjang jalan pengunjung akan disambut oleh aneka flora dan fauna.
11. Stasiun Penelitian dan Wisma Peneliti Cikaniki
Obyek ini berada di dalam hutan Cikaniki yang selain berfungsi sebagai tempat penelitian, juga digunakan untuk kunjungan ekowisata. Berdampingan dengan Stasiun Penelitian dan wisma yang dapat ditempati menginap oleh pengunjung dengan kapasitas 20 orang.
Masyarakat TN Gunung Halimun Salak
Masyarakat yang tinggal di kawasan taman nasional ini didominasi oleh Suku Sunda, terutama oleh warga Kasepuhan Citorek dan Cicemet. Penduduk sekitar masih sangat berpegang terhadap adat budaya leluhur, hal itu dibuktikan dari berbagai macam upacara adat yang masih dilaksakan pada waktu-waktu tertentu, yaitu:
- Nandur, adalah tradisi adat yang dilakukan saat memasku masa tanam padi
- Meupeuk pare berkah adalah tradisi ketika padi mulai tumbuh dan menghasilkan buah
- Nganyaaran ialah tradisi memasukkan padi ke lumbung setelah panen
- Seren tahun dilaksakan oleh warga Ksepuhan Banten Kidul pada bulan Juli sebagai tanda berakhinya masa bertani
Penduduk Kasepuhan tersebut tinggal di desa Cisungsang, Banten Selatan, Cicarucub dan Bayah. Dalam mengelola hutan mereka juga menerapkan sistem tertentu, yaitu berupa tiga zonasi, yaitu Leuweung Kolot (tidak boleh diganggu), Leuweung Titipan (harus ada perizinan ketua adat), dan Leuweung Biasa (bisa dimanfaatkan).
Sedangkan di bagian barat taman nasional ditinggali oleh warga dari suku Badui dengan gaya hidup tradisional dan minim terpengaruh budaya luar. Ada 44 desa yang menjadi zona penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak, serta 4 desa berda di enclave kawasan.
Penduduk atau warga di taman nasional ini tergabung dalam kelompok masyarakat adat sebagai bagian dari masyarakat adat di Indonesia yang jumlah sangat banyak dengan berbagai adat budaya khas setiap wilayah.