Taman Nasional adalah bagian dari Hutan Konservasi yang ditujukan untuk kawasan pelestarian alam selain Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya. Namun tidak menutup kemungkinan jika pemanfaatan Taman Nasional juga difungsikan menjadi dua jenis kawasan pelestarian tersebut.
Kawasan pelestarian alam adalah hutan yang fungsi utamanya sebagai pengawetan keanekaragaman satwa, tumbuhan dan ekosistem. Kawasan ini merupakan bagian dari program Hutan Konservasi yang juga mencakup kawasan Suaka Alam (Cagar Alam dan Suaka Margasatwa) serta Taman Buru.
Saat ini terdapat 54 Taman Nasional di Indonesia, 6 diantaranya telah dinobatkan menjadi Situs Warisan Dunia, 9 lainnya menjadi bagian dari Jaringan Cagar Biosfer Dunia, serta 5 lokasi yang dijadikan lahan basah oleh Konvensi Ramsar dan mendapatkan perlindungan internasional.
Daftar Isi
Pengertian Taman Nasional
Pengertian taman nasional telah dijabarkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. 46 tahun 2016 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi pada Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam pada Pasal 1 Ayat, sebagai berikut:
Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengerahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Selain itu, keberadaan taman nasional diperkuat oleh Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam undang-undang ini, TN menjadi bagian dari hutan konservasi yang juga meliputi suaka margasatwa, cagar alam, taman wisata alam, taman buru, dan taman hutan raya.
Asal usul istilah atau nama taman nasional berasal dari Amerika Serikat, ketika Yellowstone ditetapkan sebagai kawasan alam yang dilindungi pada tahun 1872.
Taman nasional adalah konsep pelestarian alam yang paling populer dan dimiliki oleh setiap negara besar di dunia. Konsep ini lahir akibat adanya dua kepentingan berbeda, yakni antara kepentingan pelestarian alam dengan pemanfaatan alam seperti pariwisata.
Konsep ini bertujuan agar kelestarian alam dapat dinikmati oleh masyarakat dan pemanfaatan lain secara terbatas yang tidak melanggar kaidah konservasi. Biasanya terdiri dari beberapa zona, mulai dari zona terbuka hingga yang diproteksi secara ketat.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan taman nasional ke dalam kawasan yang dilindungi kategori II. Artinya, kawasan terproteksi namun memungkinkan adanya aktivitas manusia secara terbatas.
Sejarah Taman Nasional
Awalnya, konsep awal pembentukan taman nasional pertama kali dicetuskan oleh seorang seniman bernama George Catlin pada tahun 1832. Ia mengkhawatirkan kawanan bison dan suku Indian yang hidup bergantung pada alam mengalami ancaman kepunahan.
Kemudian, ia mengusulkan gagasan mengenai dibentuknya “Nation’s Park” sebagai upaya perlindungan, meskipun gagasan ini tidak mendapat tanggapan.
Kemudian pada tahun 1851, terjadi ekspedisi militer yang menyisir keberadaan suku Indian hingga ke suatu kawasan di wilayah California. Dalam upaya pencarian ini, kelompok orang kulit putih melihat suatu kawasan indah yang kemudian dinamakan Yosemite oleh Lafayette Bunnel.
Tertarik akan lokasi ini, selanjutnya sebuah kelompok yang dipimpin James Mason Hutchings (pebisnis Inggris) melakukan perjalanan ke Yosemite untuk melihat keindahan yang pernah diceritakan oleh Bunnel. Sesampainya di lokasi, ia kemudian tertarik untuk mempromosikan Yosemite menjadi tempat wisata.
Selanjutnya pada tahun 1859, ia kembali mengunjungi tempat indah tersebut dengan membawa penulis, fotografer, dan seniman untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan Yosemite. Sejak saat itu, keberadaan dan keindahan kawasan Yosemite mulai dikenal luas.
Banyak orang yang tahu dan mengunjungi Yosemite,menjadikan adanya perselisihan memperebutkan kawasan untuk ladang bisnis. Hingga akhirnya, terdapat usul agar kawasan ini dikelola dan dilindungi oleh negara.
Pada tahun 1864, Presiden Abraham Lincoln menandatangani undang-undang yang menyatakan kawasan lembah Yosemite ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi dan pengelolaannya diberikan kepada pemerintah negara bagian California.
Selanjutnya, pemberian nama taman nasional secara resmi baru digunakan pada tahun 1972 oleh Presiden Ulysses S. Grant yang menetapkan kawasan lain, yakni Yellowstone sebagai taman nasional pertama. Sejak saat itu, banyak ditemukan wilayah lain yang menyusul ditetapkan sebagai taman nasional.
Walau istilah taman nasional berawal dari Amerika, akan tetapi konsep konservasi kawasan alam yang terlindungi juga telah diperkenalkan di wilayah lain di Eropa. Misalnya kawasan pelestarian alam Drachenfels yang diresmikan pada tahun 1822 di Jerman dan telah ada sejak tahun 1822.
a. Taman Nasional di Australia, Eropa, Asia, dan Afrika
Beberapa tahun kemudian bermunculan kawasan taman nasional yang ditetapkan oleh pemerintah masih-masing negara, antara lain:
- Royal National Park pada tahun 1879 di Australia
- Tongariro National Park pada tahun 1887 di Selandia Baru
- Setonaikai, Unzen dan Kirishima pada tahun 1934 di Jepang
- Albert National Park (1925) / Virunga National Park (1960) di Kongo
b. Sejarah Taman Nasional di Indonesia
Kegiatan konservasi alam telah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1800-an. Ketika itu, pemerintah Belanda telah mendirikan Kebun Raya Bogor pada tahun 1817 sebagai lokasi penelitian dan koleksi tumbuh-tumbuhan khususnya tanaman-tanaman perkebunan.
Perkembangan Kebun Raya Bogor terus meluas dan tidak hanya untuk koleksi tanaman perkebunan, aneka tumbuhan dari nusantara dan luar negeri juga dibawa ke kawasan ini. Menyusul kemudian, didirikan Kebun Raya Cibodas di kawasan lereng Gunung Gede Pangrango pada tahun 1852.
Selanjutnya, pada akhir abad ke-18 seorang ahli botani kehutanan Hindia Belanda, Sijfert Koorders melakukan gerakan pelestarian alam. Pada tahun 1912, ia bersama rekan-rekannya mendirikin Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda yang aktif mendesak pemerintah untuk melindungi kawasan alam di Hindia Belanda.
Upaya ini memperoleh tanggapan oleh pemerintah Hindia Belanda. Koorders kemudian menandatangani kesepakatan dengan pemerintah Kotapraja Depok pada 31 Maret 1913 yang isinya menetapkan tanah seluas 6 hektar dan kehidupan liar yang ada di kawasan tersebut sebagai cagar alam.
Cagar alam ini pada akhirnya menajdi cagar alam pertama di wilayah Hindia Belanda dan kini telah berganti nama menjadi Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok.
Setelah masa kemerdekaan, pada tahun 1978 di kawasan Gunung Gede dan Gunung Pangrango ditetapkan sebagai cagar biosfer seluas 14.000 hektar oleh PBB untuk pendidikan dan kebudayaan (UNESCO). Kemudian, pada 16 Maret 1980, Menteri Pertanian menetapkan seluruh kawasan cagar alam di Gunung Gede dan Gunung Pangrango menjadi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Penetapan tersebut dilakukan bersamaan dengan penetapan empat taman nasional lain, yaitu:
- TN Gunung Leuser
- TN Ujung Kulon
- TN Baluran
- TN Komodo
Kriteria Taman Nasional
Suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai taman nasional apabila memiliki kritetia-kriteria berikut ini:
- Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami
- Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik, baik berupa flora atau fauna dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami
- Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh
- Memiliki keadaan alam yang asli dan alami
- Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
Daftar Taman Nasional di Indonesia
Indonesia memiliki 54 taman nasional yang total keseluruhannya seluas 16 juta hektar, antara lain:
No. | Nama Taman Nasional | Tahun Ditetapkan | Luas Total (ha) | Persentase Wilayah Perairan | Status Internasional |
Bali dan Nusa Tenggara | |||||
1 | Bali Barat | 1995 | 19.000 | – | – |
2 | Gunung Rinjani | 1990 | 41.300 | – | – |
3 | Gunung Tambora | 2015 | 71.600 | – | – |
4 | Kelimutu | 1992 | 5.000 | – | – |
5 | Komodo | 1980 | 181.700 | 66% | World Network of Biosphere Reserve |
6 | Laiwangi Wanggameti | 1998 | 47.000 | – | – |
7 | Manupeu Tanah Daru | 1998 | 88.000 | – | – |
Jawa | |||||
8 | Alas Purwo | 1992 | 43.400 | – | – |
9 | Baluran | 1980 | 25.000 | – | – |
10 | Bromo Tengger Semeru | 1983 | 50.300 | – | World Network of Biosphere Reserves |
11 | Gunung Ciremai | 2004 | 15.500 | – | – |
12 | Gunung Gede Pangrango | 1980 | 15.000 | – | World Network of Biosphere Reserves |
13 | Gunung Halimun Salak | 1992 | 40.000 | – | – |
14 | Gunung Merapi | 2004 | 6.400 | – | – |
15 | Gunung Merbabu | 2004 | 5.700 | – | – |
16 | Karimunjawa | 1986 | 111.600 | Hampir 100% | – |
17 | Kepulauan Seribu | 1982 | 10.800 | Hampir 100% | – |
18 | Meru Betiri | 1982 | 58.000 | – | – |
19 | Ujung Kulon | 1992 | 120.600 | 36,74% | Situs Warisan Dunia |
Kalimantan | |||||
20 | Betung Kerihun | 1995 | 800.000 | – | – |
21 | Bukit Baka Bukit Raya | 1992 | 181.100 | – | – |
22 | Danau Sentarum | 1999 | 132.000 | – | Situs Ramsar |
23 | Gunung Palung | 1990 | 90.000 | – | – |
24 | Kayan Mentarang | 1996 | 1.360.500 | – | – |
25 | Kutai | 1982 | 198.600 | – | – |
26 | Sebangau | 2004 | 568.700 | – | – |
27 | Tanjung Puting | 1982 | 415.000 | – | World Network of Biosphere Reserves |
Maluku dan Papua | |||||
28 | Aketajawe-Lolobata | 2004 | 167.300 | – | – |
29 | Lorentz | 1997 | 2.505.000 | – | Situs Warisan Dunia |
30 | Manusela | 1982 | 189.000 | – | – |
31 | Teluk Cendrawasih | 2002 | 1.453.500 | 90% | |
32 | Wasur | 1990 | 413.800 | – | Situs Ramsar |
Sulawesi | |||||
33 | Bantimurung-Bulusaraung | 2004 | 43.750 | – | – |
34 | Bogani Nani Wartabone | 1991 | 287.100 | – | – |
35 | Bunaken | 1991 | 89.000 | 97% | – |
36 | Kepulauan Togean | 2004 | 362.000 | 19,34% | – |
37 | Lore Lindu | 1982 | 229.000 | – | World Network of Biosphere Reserves |
38 | Rawa Aopa Watumohai | 1989 | 105.200 | – | Situs Ramsar |
39 | Taka Bone Rate | 2001 | 530.800 | Hampir 100% | World Network of Biosphere Reserves |
40 | Wakatobi | 2002 | 1.390.000 | Hampir 100% | World Network of Biosphere Reserves |
41 | Gandang Dewata | 2017 | – | – | – |
Sumatera | |||||
42 | Batang Gadis | 2004 | 108.000 | – | – |
43 | Berbak | 1992 | 162.700 | – | Situs Ramsar |
44 | Bukit Barisan Selatan | 1999 | 365.000 | – | Unit Situs Warisan Dunia |
45 | Bukit Duabelas | 2000 | 60.500 | – | – |
46 | Bukit Tiga Puluh | 1995 | 127.700 | – | – |
47 | Gunung Leuser | 1980 | 792.700 | – | Unit Situs Warisan Dunia dan World Network of Biosphere Reserves |
48 | Kerinci Seblat | 1999 | 1.375.000 | – | Unit Situs Warisan Dunia |
49 | Sembilang | 2001 | 205.100 | – | Situs Ramsar |
50 | Siberut | 1992 | 190.500 | – | World Network of Biosphere Reserves |
51 | Tesso Nilo | 2004 | 38.600 | – | – |
52 | Way Kambas | 1989 | 130.000 | – | – |
53 | Zamrud | 2016 | 31.480 | – | – |
54 | Gunung Maras | 2016 | 16.800 | – | – |
Pengelolaan & Sistem Zonasi
Berdasarkan UU No. 41 tahun 1999 pasal 16, [enatagunaan kawasan hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan tersebut.
a. Pengelolaan
Fungsi taman nasional merupakan bagian dari Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang menajdi bagian dari Hutan Konservasi. Hal tersebut dapat dilihat pada penataagunaan fungsi kawasan hutan sebagai berikut:
- Kawasan Hutan Produksi
- Hutan Produksi Terbatas (HPT)
- Hutan Produksi Tetap (HP)
- Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK)
- Kawasan Hutan Lindung
- Kawasan Hutan Konservasi
- Kawasan Suaka Alam
- Cagar Alam (CA)
- Suaka Margasatwa (SM)
- Kawasan Hutan Pelestarian Alam (KPA)
- Taman Nasional (TN)
- Taman Wisata Alam (TWA)
- Taman Hutan Raya (Tahura)
- Taman Buru
- Kawasan Suaka Alam
Kawasan taman nasional dijaga oleh Polisi Hutan yang bertugas melakukan patroli rutin. Selain itu, upaya pemerintah untuk mengurangi potensi konflik masyarakat dengan pengelola hutan diwujudkan dengan membentuk MMP atau Masyarakat Mitra Polisi Hutan.
Kendala yang dialami saat ini adalah keterbatasan personil Polisi Hutan yang tidak sebanding dengan luas wilayah taman nasional di Indonesia. Oleh sebab itu, diharapkan pemerintah menambah personil keamanan hutan agar kawasan taman nasional dapat terjaga kelestarian sesuai fungsinya.
Di Indonesia, pengelolaan kawasan perlindungan tipe ini dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional dibawah naungan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Balai besar umumnya akan membagi kawasan taman nasional menjadi beberapa resort yang dipimpin oleh Kepala Resort.
Selain dibagi menjadi beberapa resort, pengelolaan taman nasional juga dibagi berdasarkan karakteristik wilayah atau disebut zonasi.
b. Zonasi
Taman nasional merupakan kawasan yang mencakup wilayah luas dan didalamnya terdapat sungai, gunung, danau dan perairan laut. Luas daerah taman nasional terkadang menyebabkan adanya tumpang tindih dengan kawasan lain, seperti pemukiman penduduk.
Oleh karena itu, pengelolaan menerapkan sistem zonasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No 56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional Menteri Kehutanan, zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan-rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Sistem zonasi ini terbagi menjadi tiga zona utama, yakni zona inti, zona pemanfaatan dan zona lain sesuai keperluan.
- Zonasi Inti adalah kawasan yang diproteksi secara ketat dan apa saja yang ada di kawasan ini dibiarkan secara alami. Pada wilayah ini tidak diperbolehkan adanya perubahan, baik luas, fungsi, populasi flora dan fauna.
- Zona Pemanfaatan adalah kawasan yang berada mengelilingi zona inti. Pada kawasan ini, pembangunan sarana dan infrastruktur diperbolehkan. Selain itu, hak pengusahaan juga melibatkan masyarakat, baik untuk pariwisata, pendidikan, jasa lingkungan dan budidaya.
- Zona Lain adalah kawasan yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan tertentu, seperti kegiatan tradisional, budaya, religi, rehabilitasi, sejarah dan lain-lain. Biasanya zona ini telah dihuni oleh masyarakat sebelum taman nasional ditetapkan.
Selain itu, juga dapat dibuat zona-zona lain beserta kegiatan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
Zona | Kegiatan |
Inti | Perlindungan dan pengamanan |
Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya | |
Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan atau penunjang budidaya | |
Pembangunan Sarana dan prasarana tidak permanen dan terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan | |
Rimba | Perlindungan dan pengamanan |
Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam, hayati dan ekosistemnya | |
Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya | |
Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan liar | |
Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas | |
Pemanfaatan | Perlindungan dan pengamanan |
Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya | |
Penelitian dan pengembangan pendidikan, dan penunjang budidaya | |
Pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam | |
Pembinaan habitat dan populasi | |
Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan kondisi atau jasa lingkungan | |
Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan, wisata alam, dan pemanfaatan kondisi atau jasa lingkungan | |
Tradisional | Perlindungan dan pengamanan |
Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat | |
Pembinaan habitat dan populasi | |
Penelitian dan pengembangan | |
Pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku | |
Religi, Budaya, dan Sejarah | Perlindungan dan pengamanan |
Pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan, dan religi | |
Penyelenggaraan upacara adat | |
Pemeliharaan situs budaya dan sejarah, serta keberlangsungan upacara-upacara ritual keagamaan atau adat | |
Khusus | Perlindungan dan pengamanan |
Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat | |
Rehabilitasi | |
Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat serta daya dukung wilayah |
Manfaat Taman Nasional
Pengelolaan taman nasional yang baik akan memberikan manfaat positif bagi alam dan manusia baik secara ekonomi, ekologi, estetika, pendidikan dan penelitian, serta masa depan, yaitu:
- Manfaat Ekonomi – Taman nasional dapat dikembangkan sebagai kawasan yang bernilai ekonomis. Contohnya adalah potensi terumbu karang yang memberikan sumber pendapatan bagi pariwisata, nelayan dan devisa negara
- Manfaat Ekologi – Taman nasional memberikan keseimbangan kehidupan biotik dan abiotik di daratan dan perairan
- Manfaat Estetika – Keindahan pada obyek taman nasional menjadi potensi pariwisata alam
- Manfaat Pendidikan dan Penelitian – Keanekaragaman hayati yang terdapat di taman nasional memberikan manfaat dalam dunia pendidikan dan sebagai laboratorium alami
- Manfaat Masa Depan – Seluruh sumber daya yang terdapat dalam kawasan taman nasional merupakan potensi masa depan yang dapat dikelola untuk kepentingan bersama
Destinasi Wisata Taman Nasional
Wilayah taman nasional umumnya meliputi kawasan pegunungan. Adapun macam destinasi wisata nasional yang dapat kita kunjungi memiliki jenis sebagai berikut:
a. Wisata Lansekap
Lansekap atau bentang darat merupakan susunan daerah tanah dan representasi visual. Dalam hal ini, taman nasional memiliki keindahan bentang alam yang beraneka ragam. Mulai dari padang rumput, pantai, laut, pegunungan, sungai, dan sebagainya
b. Wisata Satwa Endemik
Di beberapa taman nasional di Indonesia merupakan habitat endemik dari satwa-satwa yang tidak dapat ditemukan di wilayah lainnya, yaitu:
- Badak Jawa di TN Ujung Kulon
- Badak Sumatera di TN Way Kambas, TN Bukit Barisan Selatan, dan TN Leuser
- Harimau Sumatera di seluruh TN di Sumatera, kecuali TN Siberut
- Jalak Bali di TN Bali Barat
- Komodo di TN Komodo
- Gajah Sumatera di seluruh TN di Sumatera, kecuali TN Siberut dan Batang Gadis
- Orangutan Sumatera di TN Leuser
- Orangutan Kalimantan di seluruh TN di Kalimantan
- Banteng di TN Alas Purwo, TN Baluran, dan TN Meru Betiri
- Burung Cendrawasih, Kangguru Pohon, Kasuari di TN Lorentz dan TN Wasur
- Burung-burung kakatua raja dan burung endemik Wallacea di TN Manusela dan TN Wanggameti
- Owa Jawa di TN Ujung Kulon, TN Gunung Gede Pangrango, dan TN Halimun Salak
Berwisata ke Taman Nasional
Sektor pariwisata merupakan industri terbesar di dunia saat ini. Sebab, sekotr ini memberikan potensi pendapatan hingga 2,4 miliar dollar per hari (10% ekonomi dunia). Lantas, bagaimana peluang industri wisata di Indonesia?
Indonesia memiliki potensi wisata yang cukup besar. Peluang produk domestik bruto (PDB) sekitar 400 triliun rupiah, dimana 100 triliun lebih dihasilkan dari wisatawan mancanegara. Namun, masih ada pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia untuk mengembangkannya, dikarenakan sektor wisata alam, taman nasional dan kawasan konservasi lain belum banyak digali.
Jika dibandingkan dari pengelolaan dari segi dana, sektor pariwisata di Indonesia hanya memiliki anggara 6 dollar per hektar per tahun, sedangkan di negara maju dapat mencapai 20 dollar per hektar per tahun.
Padahal potensi taman nasional cukup besar untuk kegiatan wisata, seperti observasi flora dan fauna, wisata pantai, air terjun, situs budaya, suku, sejarah; serta kegiatan olahraga, seperti panjat tebing, penelusuran gua, arung jeram, pendakian gunung; dan kegiatan penelitian atau rehabilitasi.
Wisata taman nasional dapat dikembangkan meliputi berbagai aspek, seperti ekoturisme, jasa lingkungan, dan bioprospeksi (nilai komersil biodiversity). Untuk itu, pengembangan harus menghadapi beberapa tantangan, yaitu inventarisasi dan penataan hutan, penetapan batasan hidupan liar agar tidak terjadi konflik dengan manusia, serta penutupan kawasan jika terjadi ancaman keselamatan terhadap pengunjung atau satwa dan tumbuhan.
Pendayagunaan peran taman nasional melalui penerapan sistem zonasi harus dirancang dengan baik. Selain itu, pemahaman masyarakat akan keragaman hayati perlu diperkuat agar dapat lebih menghargai alam. Eksplorasi sumber daya alam hutan untuk tujuan pangan, energi, obat-obatan dan tujuan masa mendatang juga perlu diupayakan.
Untuk memasuki kawasan taman nasional, setiap wilayah atau negara menerapkan peraturan yang berbeda-beda. Misalnya di Indonesia, pengunjung harus mempunyai surat izin masuk kawasan konservasi yang diperoleh dari Balai Besar Taman Nasional.